KARANGANYAR,iNews.id - Anggota Komisi VIII DPR-RI, Paryono membeberkan di wilayah Soloraya belum ada daerah yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang pesantren.
Di Jawa Tengah sendiri, baru beberapa daerah saja yang sudah memiliki Perda tersebut.
Diantaranya, tiga kabupaten yang sudah memiliki Perda pesantren yakni Kabupaten Demak, Kendal dan Wonosobo.
Karena itulah, sebagai putra daerah Kabupaten yang terletak di lereng Gunung Lawu, Paryono mendesak Pemkab Karanganyar segera membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang pesantren.
Agar perda ini bisa menjadi lokomotif daerah lainnya, terutama Soloraya membuat Perda Pesantren.
"Presiden Jokowi sudah mempelopori pembuatan UU pesantren kini harapan saya Pemkab Karanganyar bisa menjadi pelopor di Soloraya dengan pembuatan Perda Pesantren," ungkap Paryono disela menghadiri acara Ngobrol Pendidikan Islam (Ngopi) di Karanganyar yang diselenggarakan Kantor Kemenag Karanganyar, Rabu (24/8/2022).
Ia mengatakan, Perda itu sudah ditunggu sekian lama oleh umat islam untuk menyelesaikan persoalan pendidikan pesantren yang belum banyak tersentuh oleh pemerintah.
"Perda itu akan menjadi turunan, aturan teknis UU Pondok Pesantren yang sudah dibuat pemerintah pusat, untuk menyelesaikan aturan tentang pondok pesantren, sekolah agama yang ada di bawah Kemenag yang selama ini seperti anak tiri, sertifikasi kiai, guru TPQ, ustadz yang belum ada," terangnya.
Paryono berjanji akan membawa semua persoalan ke panja DPR RI sebab masalah itu harus diselesaikan antar komisi, antar departemen.
Dalam ngopi itu mencuat sejumlah persoalan, antara lain sekolah agama, pondok pesantren, sekolah di bawah Kemenag harus diurus sendiri, sedangkan sekolah umum itu urusan Depdikbud.
Akibatnya anggaran yang ada juga beda jauh, pendidikan di Depdikbud digelontor anggaran sampai Rp 500 triliun, sedangkan sekolah di bawah Kemenag kebagian anggaran Rp 60 triliun saja.
Sementara itu Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Nuril Huda mensoal kebijakan sekolah lima hari yang diterapkan di wilayah Karanganyar.
Nuril meminta agar Pemkab Karanganyar meninjau kembali kebijakan lima hari sekolah. Pasalnya kebijakan 5 hari sekolah ini tetap menjadi dilema.
Sebab, dengan penerapan lima hari sekolaj waktu libur anak menjadi lebih banyak. Sementara orang tua yang bekerja jatah libur tetap 1 kali dalam seminggu. Dengan begitu ada kemungkinan anak-anak tidak terdampingi oleh orang tua.
"Yang kita khawatirkan sehari ini tanpa pendampingan orang tua," jelasnya.
Dengan minimnya pengawasan dirinya sering melihat setiap Jumat sore juga di hari Sabtu banyak pasangan remaja menghabiskan waktu di kawasan Tawangmangu. Dikhawatirkan kondisi seperti itu bisa memicu pergaulan bebas yang bisa berakibat fatal.
Kondisi tersebut menjadi keprihatinan pasalnya dalam periode Mei-Agustus 2021 ada 181 kasus anak minta dispensasi pernikahan ke Pengadilan Agama (PA) Karanganyar. Ironisnya kebanyakan dari mereka merupakan siswa SMP.
"Ijin menikah karena hamil duluan. Hanya dalam kurun waktu 4 bulan (Mei-Agustus) di tahun 2021 lalu 181 anak dibawah umur mengajukan dispensasi nikah," imbuhnya.
Untuk itu Nuril berharap Pemkab mengevaluasi kembali kebijakan lima hari sekolah dan mengembalikan waktu sekolah 6 hari kembali. Untuk meminimalisir kegiatan siswa di luar jam sekolah.
Editor : Ditya Arnanta