Asap tipis yang dihasilkan dari pembakaran sampah juga menyesakkan dada. Wahyu, warga yang tinggal paling dekat TPS mengaku anaknya berusia lima bulan dan enam tahun menderita penyakit kulit diduga terpapar asap sampah. Ia juga khawatir kondisi mertuanya memburuk.
Kekesalah warga semakin bertambah kala pihak Desa hanya merespon dengan memasang MMT bertuliskan larangan buang sampah sembarangan yang mereka tancapkan di bantaran sungai. Menurut Fajar, buka pemasangan MMT yang warga inginkan. Warga hanya mengingkan ada aksi nyata dari pihak Desa terhadap persoalan sampah.
Warga, ungkap Fajar, warga menduga pihak Pemdes berbisnis dengan pemulung. Sampah yang bernilai ekonomis dipulung sedangkan limbah lainnya dibakar.
Kondisi saat ini, kabut asap menyelimuti perkampungan serta mengurangi jarak pandang.
Tak hanya puas berorasi di akses jalan yang mereka blokade, warga Dusun Pancuran ini pun mendatangi Kantor Balai Desa untuk menemui Kepala Desa agar bisa memutuskan jalan keluar.
Bayan Selokaton, Suwarto mengatakan persoalan sampah ini sudah muncul pada saat area pemakaman itu dijadikan TPS. Diri mengakui persoalan sampah memang sulit mencari solusinya.
"TPS dibuka sejak tahun 2014, sampah kian menumpuk. Kita dari pemerintah desa meminta waktu untuk mencari solusi terbaik. Karena tidak mudah juga memilah sampah. Yang masih berguna dipisahkan sedangkan sisanya langsung dibakar," terangnya.
Saat ini pemerintah desa sedang berupaya mencari solusi terbaik, jika sampah dibuang di TPA Sukosari, biayanya mahal karena harus menyediakan kontener untuk tempat sampah. Terlebih lagi sudah terjadi gunungan sampah dan dari TPA kesulitan untuk mengambilnya.
"Kita pekerjakan 15 orang untuk memilah sampah. Sampah yang tidak bisa dipilah lantas dibakar oleh mereka," pungkasnya.***
Editor : Ditya Arnanta