Dari kebiasaan kultur Jawa yang sering memperpendek dan mempersingkat sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu berubah menjadi Mbah Tu lalu menjadi Mbatu atau batu sebagai sebutan yang digunakan untuk kota dingin di Jawa Timur ini.
Menurut sejarah, Abu Ghonaim merupakan pengikut Pangeran Diponegoro yang setia, dengan sengaja meninggalkan daerah asalnya Jawa Tengah dan hijrah dikaki Gunung Panderman untuk menghindari pengejaran dan penangkapan dari serdadu Belanda.
Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang memulai kehidupan barunya bersama dengan masyarakat yang ada sebelumnya serta ikut berbagi rasa, pengetahuan dan ajaran yang diperolehnya semasa menjadi pengikut Pangeran Diponegoro.
Akhirnya banyak penduduk dan sekitarnya dan masyarakat yang lain berdatangan dan menetap untuk berguru, menuntut ilmu serta belajar agama kepada Mbah Wastu.
Bermula mereka hidup dalam kelompok di daerah Bumiaji, Sisir dan Temas akhirnya lambat laun komunitasnya semakin besar dan banyak serta menjadi suatu masyarakat yang ramai.
Di sisi lain, karena panorama alam yang indah dan berudara sejuk, Kota Batu memang punya magnet tersendiri.
Untuk itulah di awal abad 19 Batu berkembang menjadi daerah tujuan wisata, khususnya orang-orang Belanda, sehingga orang-orang Belanda itupun membangun tempat-tempat Peristirahatan berupa villa bahkan bermukim di Batu.***
Editor : Ditya Arnanta