MALANG, iNewskaranganyar.id - Gunung Panderman adalah sebuah gunung di Kota Batu, Malang. Gunung ini memiliki ketinggian 2.045 mdpl dengan puncaknya Basundara.
Dikutip dari Wikipedia, nama Panderman berasal dari asal kata "Dermo" dalam bahasa jawa berarti 'sekedar'.
Seperti umumnya di Jawa, dulunya gunung sering dijadikan tempat bertapa.
Begitu juga dengan gunung Panderman. Karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari pemukiman dan juga tidak terlalu tinggi dibanding gunung disekitarnya, maka gunung ini hanya 'sekedar' digunakan untuk menyepi sejenak, merenungi diri atau dalam bahasa jawa sadermo mandireng pribadi. Dari sinilah nama Panderman diberikan.
Diperlukan waktu kira-kira tiga jam untuk mendaki dan menuruni Gunung Panderman dari pusat kota Batu.
Meski tidak ada cerita legenda apapun, Gunung Panderman sering disebut sebagai putri tidur.
Sebenarnya Gunung Putri Tidur ini bukan hanya Gunung Panderman saja, tetapi terdiri dari 3 gunung yang saling terhubung, yakni Gunung Panderman sebagai kakinya, Gunung Kawi sebagai dadanya, dan Gunung Butak sebagai kepalanya.
Ketiga gunung yang terbentang antara Kabupaten Malang dan Kota Batu ini jika dilihat dari kejauhan tampak mirip seperti putri tidur.
Gunung satu ini berlokasi di Dusun Toyomerto, Desa Pesanggrahan, Batu. Nama Gunung Panderman sendiri ternyata diambil dari nama seorang pendaki pertama asal negeri Belanda bernama Van Der Man. Akhirnya lambat laun oleh warga setempat gunung tersebut dijuluki Gunung Panderman.
Konon, nama Kota Batu tak terlepas dari Gunung Panderman. Seperti dikutip dari Urbanesia, berdasarkan kisah-kisah orang tua maupun dokumen yang ada, wilayah yang terletak di kaki Gunung Panderman dengan ketinggian 700 sampai 1100 meter di atas permukaan laut ini, sampai saat ini belum diketahui secara pasti tentang kapan nama “Batu” mulai disebut untuk menamai kawasan peristirahatan tersebut.
Dari beberapa pemuka masyarakat setempat memang pernah mengisahkan bahwa sebutan Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut sebagai Kyai Gubug Angin yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu.
Editor : Ditya Arnanta