Sosok Ulama Besar dari Banjar
Semasa hidupnya, ulama besar dari Banjar ini dijuluki anumerta Datu Kelampaian. Sebagai ulama fiqih mazhab Syafi’i, Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari pun menghasilkan karya Kitab Sabilal Muhtadin. Kitab ini bahkan menjadi rujukan pemeluk Islam di Asia Tenggara.
Selain membuat Kitab Sabilal Muhtadin, Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari membuat kitab qiraat. Karya itu bahkan di kenal di Makkah. Sumber kibat itu rupanya Imam asy-Syatibi. Uniknya, setiap juz dalam kitab itu ada kaligarafi khas Banjar.
Belajar di Arab hingga Kembali ke Kalsel
Ulama Besar dari Banjar ini selama belajar di Mekkah dan Madinah, punya mengembang ilmu bersama tiga ulama Indonesia lainnya. Mereka yakni, Syekh Abdurrahman Mesri dari Betawi, Syekh Abdus Shomad al-Palembani dari Palembang dan Syekh Abdul Wahab Bugis.
Dilansir dari portal resmi Universitas Islam An Nur Lampung, para ulama ini bahkan dijuluki Empat Serangkai yang belajar di al-Haramain asy-Syarifain.
Beliau yang saat itu hendak kembali ke Kalimantan Selatan rupanya singgah ke Jakarta. Saat itu, Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari dikisahkan ikut berjasa memberikan arah kiblat Masjid Jembatan Lima di Jakarta.
Sambutan dari Raja Banjar Sultan Tahmidullah
Ulama Besar dari Banjar, Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari itu akhirnya tiba kembali ke kampung halaman pada Ramadhan 1186 H atau tahun 1772 M. Kedatangannya bahakn disambut Raja Banjar, Sultan Tahmidullah dan warga.
Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari digaungkan sebagai ulama Matahari Agama. Ulama asal Banjar itu pun tidak hanya berdakwah di masyarakat melainkan ke keluarga kerajaan juga.
Sebelum wafat, Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari berwasiat agar bisa dimakamkan di tempat istrinya Tuan Bajut jika sungai dapat dilayari. Namun, saat itu air sedang surut sehingga beliau dimakamkan di Kalampayan, Astambul, Banjar, Kalimantan Selatan.
Itulah kisah Ulama Besar dari Banjar, Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari yang mengabdikan diri untuk menyebarkan agama Islam. ***
Editor : Ditya Arnanta