KARANGANYAR,iNews.id - Hukum berkurban memang tidak wajib menurut mayoritas ulama. Namun, ibadah ini tidak boleh dianggap sepele terlebih bagi yang mampu dan punya kelapangan rezeki.
Dalam satu Hadis, Nabi shollallahu 'alaihi wasallam mengingatkan: "Barangsiapa yang punya kepalangan harta (mampu) namun tidak mau berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat sholat kami".
Para ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah, menyatakan bahwa hukum berkurban merupakan sunnah. Namun bagi Mazhab Hanafi, berkurban hukumnya wajib bagi yang mampu.
Mazhab Hambali bahkan membolehkan berutang untuk membeli hewan kurban. Menurut Imam Abu Hanifah, seseorang yang dikatakan mampu apabila memiliki harta lebih yang senilai dengan nishab zakat mal, yaitu 200 dirham.
Telah melebihi kebutuhan pokok dan pihak yang wajib ditanggungnya. Pendapat Abu Hanifah ini merujuk kepada Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Artinya: "Barangsiapa yang mempunyai kelapangan rezeki (harta) tetapi tidak mau berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat sholat kami." (HR Ahmad (2/321), Ibnu Majah 3123, Al-Hakim (4/349), Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi)
Dalam Al-Qur'an juga terdapat anjuran untuk berkurban sebagaimana firman-Nya:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus." (QS Al-Kautsar Ayat 1-3)
Sejatinya, berkurban tidak akan mengurangi rezeki. Bagi yang tidak berkurban padahal mampu itu artinya ia tidak mensyukuri harta dan rezeki yang Allah berikan padanya.
Editor : Ditya Arnanta