Selain itu sesepuh desa itu, juga mendapat bisikan gaib, agar kedua arca itu dipindah (diletakan) dibawah pohon delima emas.
Sejak itu, warga disekitar area tersebut tidak lagi mendengar suara-suara rintihan, sehingga area disekitarnya yang semula sepi, mulai dipadati penghuni dan menjadi kampung tersendiri, kendati belum memiliki nama kampung.
“Dengan perkembangannya, maka kampung yang berlokasi di tanah angker itu dinamakan Desa Dlimas, kepanjangan dari Delima Emas” tambahnya.
Entah dari mana asalnya, dua arca jelmaan, Tanjungsari dan Payung Gilap yang bertengger dibawah pohonDelima Emas itu banyak dikunjungi orang dari luar Desa Dlimas untuk melakukan ritual bertapa (semadi) untuk ngalab berkah, sesuai dengan keinginan masing-masing. Namun rupanya banyak juga yang berhasil.
Hal ini dibuktikan dengan seringnya menggelar nadaran (syukuran) dengan nanggap kesenian tradisional. Misalnya wayang kulit, wayang orang, tayuban, kethoprak dan lain-lain.
Namun bagi warga setempat, melakukan nadaran setahun sekali, tepat pada waktu bulan sura (penanggalan jawa), tepat pada hari Jumat Wage, juga menggelar keramaian berupa kesenian tradisional.
“Karena warga sangat percaya, jika nadaran itu tidak dilakukan, maka warga desa tersebut akan terimpa musibah, mengalami pageblug. Dimana sawah ladangnya akan mengalami gagal panen, entah karena diserang hama tikus, wereng, banjir bandang yang menggenai lahannya.
Editor : Ditya Arnanta