Revisi KUHAP Beri Wewenang Penyidik Tangkap Langsung, Begini Reaksi Mahasiswa hingga Pakar Hukum UNS

SOLO, iNewskaranganyar.id - Kalangan mahasiswa di Solo mengkhawatirkan adanya revisi Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasalnya, para mahasiswa khawatir adanya revisi KUHAP itu, bisa memunculkan potensi abuse of power oleh aparat.
Muhammad Hafizh Fatihurriqi, Wakil Presiden BEM UNS 2025, mengungkapkan kekhawatiran serupa dengan penolakan revisi UU TNI sebelumnya.
Ia menilai revisi KUHAP kurang mendapat perhatian publik karena isu lain yang lebih dominan.
"Kami akan terus menyuarakan ini. Jangan sampai revisi ini justru merugikan masyarakat luas," tegasnya dalam diskusi di Solo, Selasa (8/4/2024).
Pakar Hukum sekaligus Dekan Fakultas Hukum UNS, Muhammad Rustamaji, menyoroti Pasal 5 Ayat 2 Huruf a dalam revisi KUHAP yang memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan penangkapan langsung.
"Ini yang disebut tindakan polisional, ada upaya paksa tanpa surat penangkapan awal. Padahal, KUHAP sebelumnya mensyaratkan adanya surat penangkapan," jelas Rustamaji.
Rustamaji menekankan bahwa kewenangan baru ini berpotensi menimbulkan abuse of power, mengingat asas praduga tak bersalah bisa tercederai jika penangkapan dilakukan secara serampangan dan tidak sesuai prosedur yang jelas.
"Kekhawatiran masyarakat sangat beralasan. Kita perlu mempertanyakan standar penangkapan ini, apakah sesuai tujuan atau justru melampaui kewenangan. Bahkan, penyelidik dengan pangkat rendah pun kini memiliki kewenangan menangkap," ungkapnya.
Lebih lanjut, Rustamaji mengkritisi pembentukan posisi "penyidik utama" bagi penyidik Polri dalam revisi KUHAP. Menurutnya, hal ini memberikan kewenangan yang besar dan terkesan memonopoli yurisdiksi investigatif.
"Polri menjadi primus inter pares, yang diutamakan. Seharusnya tidak ada istilah penyidik utama jika kita mengedepankan kesetaraan," katanya.
Ia juga menyoroti potensi terganggunya independensi penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) karena adanya sub-koordinasi di bawah Polri.
"PPNS itu penting untuk penegakan Perda. Jika dikontrol oleh polisi, independensinya bisa hilang," imbuhnya.
Rustamaji mendesak DPR dan pemerintah untuk segera melakukan kajian dan diskusi publik yang mendalam sebelum revisi KUHAP disahkan.
"Waktu memang mepet, tapi jangan sampai terburu-buru. Terutama soal posisi penyidik utama dan kewenangan penangkapan perlu dibedah lebih lanjut. Kekhawatiran masyarakat itu wajar," pungkasnya. ***
Editor : Ditya Arnanta