KARANGANYAR, iNewskaranganyar.id - Ada cara tersendiri yang dilakukan Wakil Bupati Karanganyar Rober Christanto untuk melestarikan budaya Jawa agar tidak punah.
Salah satu cara yang dilakukan itu yakini dengan memfasilitasi komunitas sejarah budaya untuk melakukan kajian dan penelitian terhadap budaya Jawa,khusunya Mocopat.
Bagi sebagian orang, khususnya generasi milinial tentu tak banyak yang tahu apa itu Mocopat.
Malah sebaliknya, saat mendengarkan tembang macapat, mereka akan mengatakan kalau tembang yang mereka dengar itu sangat kuno tidak lagi "keren". Tak heran sangat jarang sekali diminati dan disukai oleh generasi muda.
Karena itu, bertempat di kediaman pribadinya, di Tasikmadu, Karanganyar, Wakil Bupati kharismatik ini bergerak cepat untuk menyelamatkan budaya asli Jawa ini. Caranya dengan memberikan wawasan mengenai “unggah-ungguh bahasa’ (tata cara Bahasa jawa), musik jawa, sekaligus membedah seni macapat.
“Kami membuka diri berbagai komunitas di Kabupaten Karanganyar dibidang seni dan budaya untuk terus mengkaji dan melakukan karya nyata di rumah kami ini. Kajian ini merupakan salah satu bentuk untuk melestarikan budaya jawa,” papar Rober Christanto saat memberikan sambutan.
Menurut pria yang dikenal murah senyum ini, diskusi dan kajian ini perlu terus dilakukan agar budaya jawa tidak hilang seiring derasnya globalisasi yang melanda generasi muda.
Kajian Majelis Mocopatan ini diharapkan dapat membukukan karya atau mendigitalisasi karya. Artinya karya-karya tersebut harus disebar luaskan.
Salah satunya melalui Media Sosial yang saat ini begitu mendominasi di era milinial ini.
“Media sosial menjadi sarana ampuh untuk meliterasi budaya pada generasi muda. Sehingga budaya ini terus berkembang dan tidak hilang,” tambahnya.
Sementara Salah satu anggota Komunitas Damar Seseluh (Komunitas budaya), Kustawa Esye menyambut baik majelis mocopatan ini.
Pasalnya, ini kajian ini melibatkan beberapa komunitas misalnya, menulis, unggah-ungguh Bahasa, komunitas music jawa dan lain sebagainya.
Langkah nyata ini diharapkan dapat memberikan andil bagi lestarinya budaya dan ada istiadat jawa.
“Intinya, kami berpikir bagaiman anak-anak muda tahu tentang budaya yang berkembang dijawa. Tugas kami budaya ini tetap lestari dan anak-anak muda mengetahui kandungan filosofinya,” imbuh Kustawa Esye.
Ditambahkan, Margono, salah satu komunitas pembaca acara berbahasa jawa menyambut baik kajian majelis mocopatan.
Sebab, Bahasa jawa ini mempunyai kosokata hampir 65 ribu. MIsalnya makan, ada istilah jawa ndhahar, Nedo, ngutal, nyekek, dan lain sebagainya. Kosokata 65 ribu perlu dibukukan agar tidak hilang atau hanya sekedar cerita dihari nanti.***
Editor : Ditya Arnanta