Suatu ketika, Ken Arok mengamati pusaka kerajaan di kamarnya sendirian. Salah satu pusaka adalah keris buatan Empu Gandring tanpa sarung. Kemudian, dirinya melihat ada ceceran daerah pada keris tersebut hingga membuatnya ketakutan dan mendengar suara gaib dari keris tersebut yang meminta
tumbal.
Ken Arok pun teringat kutukan Empu Gandring, hingga kemudian berniat untuk memusnahkan keris tersebut dengan membantingnya sampai hancur berkeping-keping. Namun, keris tersebut tiba-tiba melayang dan menghilang dan berpindah tangan ke Anuspati.
Anuspati yang dikuasai dendam menyerahkan keris kepada Ki Pangalasan, orang dipercaya untuk menghabisi Ken Arok. Setelah tugasnya diselesaikan, Anuspati pun membunuh Ki Pangalasan untuk menghilangkan jejak dengan menggunakan keris pusaka tersebut.
Anuspati pun mengambil pemerintahan Ken Arok. Namun, tak berlangsung lama karena putra Ken Arok dari Ken Umang, yakni Tohjaya yang mengetahui kasus pembunuhan tersebut menuntut balas.
Tohjaya menggelas sabung ayam kerajaan yang digemari Anuspati. Dalam kelengahan Anuspati, Tohjaya mengambil kesempatan mengambil keris Empu Gandring dan langsung membunuhnya di tempat.
Pembunuhan itu dilakukan berdasarkan hukuman, karena Anuspati diyakni sebagai pembunuh Ken Arok. Tohjaya pun mengambil alih kekuasaan dan menjadi raja. Kekuasaan Tohjaya tak juga lama, karena mencuat ketidakpuasan rakyat atas kepemimpinannya. Hal itu juga dirasakan kalangan elite istana, baik dari keluarga maupun saudaranya, seperti Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal.
Hal tersebut memicu terjadinya perang yang menewaskan Tohjaya. Setelah keadaan dikuasai, Ranggawuni mengambil alih tahta kerajaan. Di masa Ranggawuni disebutkan sebagai masa damai Kerajaan Singasari.
Keris Empu Gandring hilang tak diketahui keberadaannya setelah Tohjaya terbunuh. Namun, beberapa sumber spritual menyebutkan, keris tersebut sebenarnya tidak hilang. Dalam arti, hilang musnah dan benar-benar tidak ketahuan keberadannya.
Editor : Ditya Arnanta