Kalau hadits di atas hanya dipahami secara kulit-kulitnya saja, yaitu sekadar membuat lukisan saja, maka tentu akan terjadi perbedaan (ta'arudh) yang sangat besar.
Sebab melukis itu bukan jenis pekerjaan syirik atau menyekutukan Allah. Agar maknanya sesuai dengan dalil yang lain, maka yang dimaksud dengan al-mushawwir di dalam hadits Bukhari ini harus disesuaikan maknanya dengan apa yang telah menjadi kesepakatan para ulama, yaitu maksudnya adalah orang yang melukis atau membuat patung berhala dalam rangka menyekutukan Allah.
Haram Mutlak Di tengah umat Islam kita menemukan pendapat yang cenderung mengharamkan gambar makhluk bernyawa secara mutlak. Hal ini berdasarkan beberapa logika, yaitu zhahir nash dan kehati-hatian.
Pertama, banyak nash yang mengharamkan. Dilihat dari sisi sanad, kebanyakan di antaranya adalah hadits-hadits yang bisa diterima sebagai dalil-dalil syar'i. Di dalam tulisan ini saja, setidaknya ada 12 hadits yang berbeda, di mana semuanya mengarah ke satu titik, yaitu haramnya gambar.
Maka jumlah hadits yang banyak ini tidak bisa diremehkan begitu saja, kecuali kita benar-benar menerima apa adanya.
Kedua, ancaman yang sangat keras. Hadis-hadis di atas bukan hanya banyak dari segi kuantitas, tetapi apabila kita perdalam esensi dan kandungannya, ternyata ada ancaman yang sangat keras bagi mereka yang menggambar dan segala yang terkait.
Dari sekian banyak ancaman itu antara lain Allah memastikan bahwa orang yang paling pedih siksanya di hari kiamat adalah para pelukis dan penggambar.
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
"Orang yang paling pedih siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat kelak adalah para pelukis." (HR Ahmad)
Dan Allah menjuluki orang yang membuat lukisan dan gambar sebagai makhluk paling jahat di dunia.
الصُّوَرَ أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
"Mereka itu adalah sejahat-jahatnya makhluk di sisi Allah." (HR. Al-Bukhari Muslim) Selain itu juga ada ancaman nanti di akhirat dipaksa meniupkan ruh ke dalam lukisan buatannya.
Dan tentunya masih banyak lagi jenis-jenis ancaman yang berat bagi pelakunya. Ketiga, kehati-hatian. Semua itu larangan dan ancaman yang sudah disebutkan di atas tentu bukan untuk dilupakan atau ditinggalkan, juga sikap kita bukan pura-pura tidak tahu.
Sebagai muslim, di dalam hati kita harus ada rasa takut atas semua ancaman itu, dan khawatir apabila nanti ancaman itu benar-benar dijatuhkan. Setidaknya, sikap yang paling bijak itu adalah lebih hati-hati dengan segala larangan dan ancaman yang bertubi-tubi. Dan orang yang bersikap hati-hati tidak akan pernah merugi, bahkan dia akan beruntung dan selamat dari segala resiko.
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait