JAKARTA, iNews.id - Prajurit RPKAD yang kini bernama Kopassus berhadapan dengan pasukan Gurkha dalam Operasi Dwikora di awal tahun 1960-an.
Pasukan Baret Merah berhadapan dengan tentaran bayaran asal Nepal tersebut terkait konflik dengan Malaysia.
Saat itu Kopassus masih bernama RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) saat menjalankan misi di hutan pedalaman Kalimantan.
Mantan Komandan Batalyon 21 Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan Solo Kolonel (Inf) Muhammad Aidi mengatakan, pasukan RPKAD saat itu berhadapan dengan pasukan Gurkha yang terkenal dengan kesadisannya.
Tak heran jika peristiwa itu disebut sebagai salah satu pertempuran Kopassus paling brutal.
Operasi Dwikora dipicu rencana Federasi Malaysia untuk menggabungkan Brunei, Sabah, dan Sarawak pada 1961, mengakibatkan serangkaian pertempuran untuk mempertahankan tanah masing-masing.
Indonesia menolak gagasan ini karena Presiden Soekarno beranggapan Federasi Malaysia merupakan bentuk neokolonialisme.
Awalnya, bentuk konfrontasi melibatkan pasukan TNI itu disamarkan. Namun karena konflik semakin memanas, pasukan tidak lagi bersembunyi. Malaysia mendapat bantuan pasukan Inggris dan turut membawa tentara bayaran Gurkha.
Gurkha atau Gorkhali merupakan tentara Nepal yang berperang dengan Kongsi Dagang Hindia Timur Britania (East India Company) pada 1814. Ketika itu Inggris mendeklarasikan perang terhadap Nepal.
Dalam pertempuran itu Inggris terkesan dengan daya juang Gurkha yang kemudian mengajak pasukan ini masuk dalam kesatuan mereka.
Banyak cerita tentang keberhasilan RPKAD dalam memukul mundur pasukan Gurkha kembali ke perbatasan Malaysia.
Menurut M Aidi, sejumlah tetua adat Dayak Iban menceritakan kisah-kisah heroik pasukan RPKAD yang kala itu dapat membuat pasukan Gurkha lari tunggang langgang.
"Karena ada dari para tetua adat yang saat itu masih belia, ikut terjun membantu Pasukan Baret Merah dalam mencari jejak dan memandu pasukan memasuki perbatasan Malaysia," kata dia, kepada Sindonews.
Salah satu yang diceritakan tetua Suku Dayak Iban di Kalimantan adalah keterkejutan Gurkha ketika menghadapi serangan tiba-tiba dari RPKAD yang muncul dari semak-semak dan pohon.
Padahal saat itu banyak pasukan Gurkha yang dikerahkan. Namun, karena kerja sama yang dilakukan RPKAD dengan warga Suku Dayak Iban, pasukan Gurkha dapat dipukul mundur.
Selain pertempuran dengan pasukan Gurkha, Kopassus juga sempat bertempur dengan pasukan elite asal Inggris, Special Air Service (SAS). Pada April 1965, TNI mengirimkan batalyon 2 RPKAD ke Balai Karangan, Kalimantan Barat untuk menghancurkan pos musuh yang hanya terletak sekitar 1 kilometer di Desa Mapu.
Pos ini sering digunakan tentara Inggris untuk menyusup ke wilayah Indonesia. Bersama tentara Inggris, pos tersebut juga dijaga oleh satu kompi British Paratrooper dan beberapa personel SAS.
Untuk menjalankan misi menghancurkan pos tersebut, Kopassus mengerahkan 3 kompi pasukan yang bersiap di Pos Balai Karangan.
Dari ketiga kompi tersebut, Komandan Batalion Mayor Sri Tamigen selaku memutuskan hanya kompi B yang akan melakukan penyerangan. Kedua kompi lainnya ditugaskan berjaga di tempat semula bila terjadi hal yang tidak diinginkan.
Kompi B yang dilengkapi persenjataan lengkap melintasi perbatasan Indonesia dengan Malaysia secara diam-diam. Mereka baru tiba di lokasi target pukul 2 dini hari. Bunyi hujan yang menyamarkan langkah kaki pasukan tersebut membuat usaha menyusup lebih mudah.
Pos Mapu kemudian dikepung dari tiga arah dan mengagetkan pihak musuh ketika peleton tengah membuka serangan pukul 04.30. Saat itu hanya ada sekitar 34 orang yang tengah berjaga di Pos Mapu.
Prajurit RPKAD yang berhasil masuk ke pos harus melakukan pertarungan jarak dekat yang kemudian menewaskan dua prajurit. Namun, pertempuran terus berlangsung dan baru selesai saat matahari meninggi dengan keberhasilan kompi B dalam merebut pos tersebut.
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait