Sosok Buya Syafii Maarif di Mata Din Syamsudin: Almarhum Sejatinya Adalah Pegaul yang Simpatik

Bramantyo
Din Syamsudin mengenang figur almarhum Buya Syafii Maarif (Foto: iNewskaranganyar.id/Bramantyo)

KARANGANYAR, iNews.id - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengaku sangat kehilangan sosok tokoh besar Buya Ahmad Syafii Maarif untuk selama-lamannya.  Menurut Din, tak hanya dirinya dan keluarga besar Muhammadiyah saja yang kehilangan, tapi juga bangsa Indonesia dan dunia Islam juga kehilangan dengan wafatnya Buya Ahmad Syafii Maarif.

Sosok Buya diakui oleh Din merupakan sosok ulama, cendekiawan, dan pujangga yang telah banyak melahirkan pikiran yang sangat bermanfaat bagi kehidupan bangsa.

"Beliau reflektif, kritis, dan menggelitik.Tentu ini bertolak dari batin yang resah dan gelisah terhadap realitas kehidupan umat Islam/Bangsa Indonesia yang antara idealitas dan realitas dinilainya masih senjang dan berjarak.Sebagai pengejawantahannya lahirlah kritik-kritik (tepatnya otokritik) yang keras bahkan "pedas",yang oleh sebagian dirasakan tidak nyaman didengar," jelas Din pada iNewskaranganyar usai acara Mangayubagyo (menyambut) jemaah calon haji asal Karanganyar di lapangan parkir Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Papahan, Karanganyar, Jumat (27/5/2022) semalam.

Ia sangat mengenal sosok Buya Syafii Maarif. Saat Buya memimpin Muhammadiyah, Din menjabat sebagai Wakil di PP Muhammadiyah. Sehingga dirinya paham benar almarhum sejatinya adalah seorang unik, perenung, dan pegaul yang simpatik.

"Pikiran-pikiran kritis-reflektifnya lahir dari obsesi tinggi akan kemajuan umat, kemajuan bangsa. Dia sampaikan dengan ketulusan tanpa pamrih (bahkan terkesan nyaris "lugu politik"), karena baginya keyakinan akan kebenaran harus disampaikan demi kebenaran itu sendiri," terangnya.

Satu ciri khas Buya Syafii yang dia kenal, ungkap Din, almarhum otokritik perlu berdaya kejut (shock theraphy), karena hanya dengan demikian kaum yang sedang tidur pulas akan terbangunkan. 

"Sebagian pikirannya sudah terlembaga dalam wawasan ke-Muhammadiyah-an dan menjelma dalam Gerakan Pencerahan Muhammadiyah. Sebagian yang lain (yang juga menjadi pikiran banyak tokoh Muhammadiyah) masih harus terus diperjuangkan, yakni menjadikan Muhammadiyah sebagai Gerakan Ilmu,"ujarnya.

"Dalam hal ini, Muhammadiyah memang sudah melampaui Gerakan Ilmu karena praksisme yang diamalkannya juga berbasis ilmu (walau bersifat sederhana). Namun, untuk menjadi Gerakan Peradaban untuk terwujudnya peradaban utama (high civilization) basis keilmuan Gerakan Muhammadiyah masih perlu didalam-tinggikan dalam suatu kerangka ontologis dan epistemologis yang kuat,"imbuhnya.

Sementara itu dalam Mangayubagyo (menyambut) jemaah calon haji asal Karanganyar, Din sampaikan bahwa ibadah haji adalah panggilan ibadah. Untuk urusan duniawi harus diabaikan agar ibadahnya diterima Allah SWT. 

"Karena haji hakekatnya panggilan Allah SWT kepada umat Islam," papar Din Samsyudin.

Editor : Ditya Arnanta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network