Perjalanan percintaan Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul akhirnya terkuak ketika tanpa sengaja Ki Huju melihat keduanya tengah bermesraan di sebuah batu di pinggir sungai.
Ki Huju yang penasaran dengan tingkah laku istrinya lantas mencarinya di dalam hutan, ingin mencari tahu apa yang telah diperbuatnya. Ketika tengah mencari di dalam hutan, tanpa sengaja Ki Huju melihat Panembahan Senopati tengah tiduran dengan mesra bersama Kanjeng Ratu Kidul yang mengelus rambut suaminya..
Kaget melihat ada seseorang yang memergokinya, Kanjeng Ratu Kidul lantas meraih tasbeh yang dikenakan Panembahan Senopati dan terputuslah tasbeh yang dikenakanya.
Dua buah aliran air terjun yang mengalir ke bawah menjadi tempat Panembahan Senopati dan Ratu Kidul mandi (Foto: iNewskaranganyar.id/Bramantyo)
Biji tasbih yang berceceran akhirnya jatuh ke sungai dan kesemuanya lenyap di telan dalamnya kedung pesiraman.
Oleh Kanjeng Ratu Kidul biji tasbih yang berceceran lantas di sabda, Siapapun orangnya yang bisa mendapatkan biji tasbih maka akan mendapatkan kebahagian.
Oleh karena sabda Kanjeng Ratu Kidul, maka banyak pelaku ritual bertapa kungkum di kedung pesiraman dengan harapan agar bisa mendapatkan satu biji tasbih milik Panembahan Senopati.
Jengkarnya Kanjeng Ratu Kidul setelah mengetahui Ki Huju lantas mengakhiri seluruh perjalanan Panembahan Senopati di Kayangan.
Beberapa saat setelah pencarian wahyu keprabon, Danang Sutowijaya akhirnya menduduki tahta di Kotagede bergelar Panembahan Senopati.
Nyai Huju yang pada waktu itu dengan setia melayani Panembahan Senopati kemudian memanggil Nyai Huju dan memberinya perintah agar tetap menjaga Kayangan sepanjang hidupnya, bahkan sampai mati sekalipun Roh Nyai Huju dipercaya masih berada di Selo bethek, dan masih tetap menjaga Kahyangan.
Tak ketinggalan juga Kanjeng Ratu Kidul memerintahkan salah satu senopati jin yang bernama Nyai Widiononggo untuk ikut menjaga Kayangan.
Nyai Widiononggo memperoleh tempat di Selo Payung sebagai tempat untuk bersemayam, yang bertugas menjaga kedung pesiraman beserta seluruh petilasan yang pernah dipergunakan junjunganya memadu kasih dengan kekasihnya. Papar Wakino, juru kunci yang telah bertugas selama lebih dari setengah abad.
Tak hanya petilasan milik Panembahan Senopati, beberapa tempat juga pernah dipergunakan untuk bertapa salah seorang tokoh sakti yang bernama Ki Ageng Sidik Permono tambahnya.
Mbah Wakino menambahkan, Ki Ageng Sidik Permono sebenarnya adalah rakyat jelata yang mendapatkan gelar sebutan Ki Ageng Sidik Permono dari Sinuhun PakuBuwono Raja Kasunanan Surakarta karena kepiawaianya menebak.
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait