KARANGANYAR, iNewskaranganyar.id - Seorang warga Karanganyar bernama Woro Indrati (40) menggugat Kapolri, Kapolda Jawa Tengah dan Kapolres Karanganyar yang saat itu masih dijabat AKBP Danang Kuswoyo.
Gugatan pada petinggi Polri dan Polda serta Polres yang saat itu masih dijabat AKBP Danang Kuswoyo dilakukan oleh Woro Indrati karena tak terima dijadikan tersangka bahkan terdakwa dalam perkara Perdata.
Bahkan karena statusnya itu, Woro pun sempat menghuni sel tahanan selama 3 bukan di Rutan kelas I Surakarta, sejak Bulan November 2022 hingga Februari 2023.
Dalam konferensi pers di Pengadilan Negeri Karanganyar, Woro didampingi kuasa hukumnya Joko Hariadi mengatakan menyusul adanya gugatan yang dilayangkan dirinya inilah, penahanan pada dirinya ditangguhkan.
Kuasa hukum Woro, Joko Hariadi mengatakan, alasan gugatan yang diajukan kepada para petinggi polri tersebut, selain kasus perdata, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dinilai sangat janggal.
Ia mengatakan kejanggalan dalam SPDP sehingga W ditetapkan sebagai tersangka tersebut, karena dalam SPDP tidak disertai dengan tanggal serta jumlah kerugian berubah-ubah.
“Inikan kasus perdata, kenapa klien kami justeru ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini, terjadi karena utang piutang antara klien saya dengan pelapor. Dan klien saya juga telah membayar hutang. Tapi kenapa ditarik ke ranah pidana dan karena itu kilen saya sebatgai tersangka. Untuk itu, kami ajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Kapolri, Kapolda Jawa Tengah dan kapolres Karaanganyar,”papar Joko usai jalannya persidangan di Pengadilan Negeri Karanganyar, Kamis (16/2/2023).
Peristiwa ini berawal pada tahun 2015. Saat itu dirinya berkenalan dengan pelapor bernama Rini. Keduannya berkenalan karena sama-sama orangtua siswa di sebuah sekolah di Karanganyar.
Karena sama-sama wali murid dan kerap bertemu setiap mengantarkan anaknya, Woro pun mulai curhat pada Rini kalau dirinya tengah membutuhkan uang.
Mendengar keluhan Woro, pelapor itupun bersedia meminjamkan uang pada Woro. Woro pun bersedia mengikuti aturan main, dalam hal ini soal pengembalian uang berikut bunganya.
Namun, saat jatuh tempo, Woro tak bisa mengembalikan uang karena tengah tak punya uang untuk mengembalikan utang berikut bungannya.
Saat itulah pelapor malah kembali meminjaminya lagi uang pada Woro. Sehingga utang pokok plus bunganya semakin bertambah-tambah sampai tahun 2020.
Selama proses berjalan, ujar Joko Hariadi, kliennya selalu membayar hutang pokok beserta bunga. Namun, hutang tersebut bunga berbunga hingga lebih dari utang pokok.
Menurut Joko, kliennya juga sudah melakukan pembayaran. Bahkan telah melebihi jumlah dari hutang pokok.
“Klien kami sudah melakukan pembayaran. Bahkan terjadi kelebihan pembayaran,”tukasnya.
Sementara itu, meski Woro telah membayar hutang pada Rini, yang dilakukan dengan cara dicicil, namun pada tahun 2020 lalu, Rini meminta agar Woro membayar utang sebesar Rp214 juta.
“Rini menagih hutang lagi. Katanya saya masih punya hutang sebesar Rp214 juta. Dan itu harus saya bayar. Padahal saya sudah melakukan pembayaran,” ungkapnya.
Dirinya pun terkejut. Ia pun memprotes Rini. Namun, Rini bersikukuh perhitungannya benar dan menolak argumen Woro.
“Padahal Setelah saya rekap, ternyata saya sudah mentransfer dia Rp800-an juta,” imbuhnya.
Kepada Woro, Rini berdalih uang yang dipinjamkannya bukan miliknya. Uang itu milik seseorang yang kini menagih Rini mengembalikannya.
Rini pun memutuskan meminjam Rp200 juta ke sebuah bank dengan jaminan sertifikat milik Rini. Akad kredit dan uang diterima langsung oleh Rini. Untuk melunasi. Ia meminta Woro menanggung beban pengembaliannya.
“Saya diminta menandatangani surat perjanjian sanggup melunasi utang Rini itu. Karena bingung, saya mau saja. Bahkan sudah lima kali mengangsur bunganya sampai lima kali. Sekali ke rekeningnya Rini dan empat kali ke rekening oknum pegawai bank,” terangnya.***
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait