CIREBON, iNewskaranganyar.id - Sunan Gunung Jati, lahir dengan nama Syarif Hidayatullah atau Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang dari Walisongo. Sunan Gunung Jati dilahirkan Tahun 1448 Masehi dari pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alam dan Nyai Rara Santang, Putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran (yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah Mudaim).
Seperti dikutip iNewskaranganyar.id dari Wikipedia, Syarif Hidayatullah sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi, yang kemudian dengan dukungan Kesultanan Demak dan Pangeran Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana (Tumenggung Cirebon pertama sekaligus uwak Syarif Hidayatullah dari pihak ibu), ia dinobatkan menjadi Tumenggung Cirebon ke-2 pada tahun 1479 dengan gelar Maulana Jati.
Sosok Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah begitu dikenal oleh warga Cirebon karena merupakan salah satu tokoh wali songo yang menjadi teladan hingga saat ini. Dia merupakan satu-satunya Wali Songo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat yang lahir sekitar tahun 1450.
Ayahnya adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar, seorang mubaligh dan Musafir besar dari Gujarat, India yang sangat dikenal sebagai ulama besar di Hadramaut. Yaman.
Bahkan silsilahnya sampai kepada Rasulullah melalui cucunya Imam Husain. Sedangkan ibunya adalah Nyai Rara Santang (Syarifah Mudaim) yaitu putri dari Sri Baduga Maharaja dari Nyai Subang Larang, dan merupakan adik dari Kian Santang atau Pangeran Walangsungsang yang bergelar Cakrabuwana.
Sunan Gunung Jati meninggal dalam usia 120 tahun, dimana putra dan cucunya tidak sempat memimpin Cirebon karena meninggal terlebih dahulu, melainkan cicitnya lah yang memimpin Kesultanan Cirebon setelah wafatnya Syarif Hidayatullah. Syekh Syarif Hidayatullah kemudian dikenal dengan Sunan Gunung Jati karena dimakamkan di Bukit Gunung Jati.
Banyak cerita mengenai karomah Sunan Gunung Jati sebagaimana diceritakan dalam Babad Tanah Sunda dan Babad Cirebon. Konon suatu ketika, Syarif Hidayatullah muda hendak menunaikan rukun Islam kelima (haji) ke Baitullah.
Dia dibekali oleh ibunya uang sejumlah seratus dirham. Di tengah perjalanan, dia dihadang sekelompok perampok.
Tanpa basa-basi, semua uang pemberian ibunya sebanyak seratus dirham, dia berikan kepada para penyamun tersebut. Para penyamun tidak merasa puas dengan tindakan Syarif Hidayatullah, mereka menyangka bahwa dia membawa uang lebih dari sekedar yang diberikan.
Mereka lalu terus memaksanya untuk memberikan harta yang dibawanya. Melihat hal tersebut, Syarif Hidayatullah malah tersenyum dan menyuruh mereka untuk melihat ke sebuah pohon.
“Ini ada satu lagi, sebuah pohon dari emas, bagilah di antara kawan-kawanmu”. Ternyata, pohon yang ditunjuknya berubah menjadi emas.
Akhirnya mereka masuk Islam dan menjadi murid dari Syarif Hidayatullah. Masih dalam buku yang sama, disebutkan bahwa ketika berangkat dari Mesir ke Tanah Jawa, Syarif Hidayatullah tidaklah menggunakan perahu, tetapi dia justru berjalan di atas air laut.
Dalam Serat Walisana dengan langgam durma diceritakan mengenai salah satu karomah Sunan Gunung Jati. Peristiwa itu terjadi saat peperangan antara pasukan Demak dengan para tentara Majapahit.
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait