Selain itu dia juga mengaku telah mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sejak hamil empat bulan.
Bahkan, salah satu tindak penganiayaan yang sempat dilaporkannya ke polisi, yakni peristiwa saat perjalanan pulang dari rumahnya ke arah Pangkalan Balai, menggunakan mobil.
"Saat di dalam mobil aku dianiaya. Mobil berenti di SPBU, lalu aku ditendang, dipukul menggunakan tangan kosong dan tangan aku diborgol. Itu gara-gara aku minta izin untuk mengurus nenek yang sakit di rumah aku," ungkap EP.
Dilanjutkan EP, saat itu kondisi sedang pandemi Covid-19, dan tidak berani membawa neneknya ke rumah sakit karena takut akan divonis Covid-19.
"Pas itu pademi Covid-19, nenek sakit dan yang bisa memasang serta mengontrol infus cuma aku," ungkapnya.
"Awalnya aku diizinkan, tetapi setelah dua hari sudah dijemput. Aku pamit dengan ayah, ibu dan termasuk nenek yang sedang sakit untuk pulang ke rumah kontrakan di Pangkalan Balai. Sampai di kontrakan, aku tidak mau turun karena masih tangan diborgol lalu setelah masuk ke kamar baru borgol tangan dilepas," jelas EP.
Wanita lulusan akademi kebidanan ini melanjutkan, besok paginya suaminya pergi dan ia dikunci dari luar. Dengan menggunakan ponsel milik suaminya yang tertinggal, EP lalu memfoto luka lebam ke bibinya, selanjutnya diberitahukan kepada orang tuanya.
"Orang tuaku marah dan langsung dilaporkan ke Polres Banyuasin. Lalu diarahkan ke Polda Sumsel, dalam kasus KDRT," kata EP.
Editor : Bramantyo
Artikel Terkait