get app
inews
Aa Text
Read Next : Mesin Politik Kembali Dihidupkan, Tani Merdeka Menargetkan Kemenangan Rober-Adhe & Luthfi Taj Yasin

Desa Mojoroto, Jejak Sejarah Mangkubumi dan Pangeran Sambernyawa di Lereng Gunung Lawu (1)

Rabu, 11 Mei 2022 | 00:11 WIB
header img
Gapura menuju sendang Bejen yang dahulu kerap disinggahi Pangeran Sambernyawa penguasa Mangkunegaran (Foto: iNewskaranganyar.id/Bramantyo)

KARANGANYAR, iNews.id - Sebelum menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), banyak Kerajaan berdiri di Indonesia.

Banyak jejak peninggalan Kerajaan di tanah air sebagai salah satu bukti kejayaan masa lampau.

Salah satunya ada di sebuah desa yang terletak di lereng Gunung Lawu masuk wilayah Kabupaten Karanganyar.

Desa itu adalah Mojoroto yang terletak di Kecamatan Mojogedang. Desa Mojoroto, termasuk salah satu desa yang menjadi saksi sejarah kerajaan besar di tanah Mataram.

Desa ini berjarak 15 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Karanganyar.

Secara geografis, Desa Mojoroto berbatasan dengan Desa Gebyok di sebelah barat dan Desa Gentungan di bagian timur serta Desa Pojok di bagian selatan serta Desa Cerman. Luas wilayah adminstratif Desa Mojoroto mencapai 443.9350 hektar.

Dalam catatan sejarah, Mojoroto disebutkan bagian dari wilayah Praja Mangkunegaran, dengan leluhur pendiri yakni RMT Karjan. 

Di desa ini pula terdapat sumber mata air yang mengalir tiada henti. Air yang keluar dari mata air tersebut juga sangat jernih dan menyegarkan. Tempat ini dikenal dengan Sendang Bejen, yang tepatnya berada di Dusun Dawe. 

Sendang Bejen juga dikenal masyarakat sebagai sebuah situs petilasan atau lokasi bekas peninggalan yang menyimpan histori masa lampau.

Kesadaran serta kepedulian masyarakatnya yang tinggi terhadap keberadaan situs bernilai sejarah, membuat Sendang Bejen terawat dengan baik hingga saat ini.

Sebagai lokasi wisata, gapura atau gerbang masuk komplek Sendang Bejen kini sudah didesain menyerupai bentuk candi. Bahkan, sejumlah bentuk bangunan yang ada pun tersusun begitu rapi dan indah.

Konon, pada masa penjajahan kolonial Belanda, Sendang Bejen digunakan oleh Raden Mas Said atau Adipati Mangkunegara I yang berjuluk Pangeran Sambernyawa sebagai tempat persinggahan juga persembunyian dari kejaran para tentara dan antek VOC - Belanda.

Di Sendang Bejen ini pula, Pangeran Sambernyawa mensucikan diri dan melakukan semedi atau meditasi dan menyusun strategi sekaligus melatih prajuritnya untuk menggempur balik tentara Belanda.

Ada temuan baru yang cukup menarik tentang Mojoroto yang belakangan ini diungkap lewat penelusuran sejarah oleh Solo Societeit, sebuah komunitas pegiat dan pemerhati sejarah dan budaya di Kota Solo.

Kupasan sejarah mengenai Desa Mojoroto dan Sendang Bejen, dijabarkan oleh Ketua Solo Societeit, Doni Saptoni, dalam Focus Group Discution (FGD) bertajuk Menggali Potensi Pengembangan "Desa Wisata Religi, Budaya dan Sejarah Sendang Bejen, Petilasan RM. Said (Pangeran Sambernyawa), yang digelar pada 28 April 2022 lalu.

Acara diskusi sejarah yang dimoderatori Ir. Agus Gunawan Wibisono dari Lembaga Gerak Pemberdayaan (LeGePe) itu, juga menghadirkan Kepala Disdikbud Kabupaten Karanganyar Yopi Eko Jati Wibisono dan Kepala Dispermades Kabupaten Karanganyar Sundoro Budhi Karyanto.

"Solo Societeit berusaha mendokumentasikan aspek sejarah dari jejak sosok Pangeran Sambernyawa. Beberapa waktu lalu, kami juga mendokumentasikan tentang kesejarahan di Tanah Sukowati dan keterkaitan dengan keberadaan Mojoroto. Ketika membuka manuskrip atau naskah - naskah kuno beraksara Jawa yang ada di keraton dan perpustakaan lokal, ternyata Mojoroto ini menjadi sangat penting dalam rekaman atau catatan sejarah Jawa," ungkap Dani. 

Mojoroto dan Sendang Bejen tak hanya lekat dengan jejak perjuangan sosok Pangeran Sambernyawa. Keberadaannya juga disebutkan menyimpan keterkaitan dengan periode kesejarahan Pangeran Mangkubumi

"Karenanya, temuan ini menjadi menarik untuk ditelisik lebih jauh. Terlebih, dalam Babad Giyanti, juga kami temukan paling banyak konteks tentang nama Mojoroto. Saya berpikir bahwa Sukowati wilayah utara dan barat adalah basis kekuatan militer pada era Perang Mangkubumen. Tapi ternyata Mojoroto adalah tidak kalah penting dari wilayah Sukowati," ungkapnya. 

Masih berdasar manuskrip Babad Giyanti, menurut Dani, Mojoroto bahkan disebutkan merekam tiga alur periode kesejarahan. (Bersambung)

 

Editor : Ditya Arnanta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut