Yashinta mencontohkan, di wilayahnya ada beberapa produk besutan UMKM yang layak ekspor ke luar negeri. Di antaranya batik tulis, hingga piring dan cangkir keramik dengan motif unik yang tidak dijumpainya di daerah lain.
Namun, kendalanya, sebagian besar pelaku UMKM saat ini belum melek dengan regulasi. Yakni kewajiban sertifikasi dan Nomor Induk Berusaha (NIB), yang sejatinya menghadirkan ragam kemudahan.
"UMKM banyak, tapi yang punya NIB baru 374 ribu, mereka rata-rata merasa belum penting untuk mengurus dan punya NIB," katanya.
"Sebagian besar itu karena takut perpajakan. Maka, ini butuh sosialisasi yang masif. Padahal, kan, yang penting terdaftar dulu," lanjut Yashinta.
Dalam kesempatan sama Kepala Kantor Perwakilan BP Batam, Purnomo Andiantono menyampaikan, kondisi di Surakarta yang tidak memiliki pelabuhan tentu menjadi kendala bagi UMKM untuk melakukan aktivitas ekspor langsung.
Karena itu, pihaknya pun siap memfasilitasi asosiasi atau komunitas UMKM di Yogyakarta, melalui sebuah gudang khusus yang disiapkan di Batam.
"Taruh gudang di Batam, kapanpun ada pesanan dari luar negeri, ya, tinggal kirim. Itu lebih efisien. Jadi, bisa sewa gudang untuk UMKM di DIY," terangnya.
"Jualannya, kan, bisa lewat beragam platform. Misal yang beli orang China, dari Batam tinggal ke Singapura dan bisa ke seluruh dunia," urai Purnomo.
Terlebih, ia memandang, produk-produk UMKM di Surakarta, khususnya di sektor kerajinan, mempunyai kualitas mumpuni dan layak bersaing di pasar internasional.
Meski demikian, butuh keberanian dan keuletan, karena tingkat ekspor dari kalangan UMKM dewasa ini baru sekitar 6 persen di seantero tanah air.
"Makanya, ini kita dorong. Tadi, kan, Mbak Yashinta sudah bicara, selain menguasai pasar dalam negeri, harus berani keluar juga," pungkasnya.***
Editor : Ditya Arnanta