get app
inews
Aa Text
Read Next : Rangkaian Operasi Keselamatan Candi 2025, Satlantas Polresta Solo Gelar Ram Check Bus

Mengungkap Makna Tugu Pemandengan, Titik Kosmologi dan Sejarah di Jantung Solo

Jum'at, 18 April 2025 | 19:41 WIB
header img
Pesona Tugu Pemandengan, Destinasi Bersejarah dan Titik Awal Jelajah Kota Solo (Foto: iNewskaranganyar.id/Muhammad Bramantyo)

SOLO, iNewskaranganyar. id - Mengunjungi Kota Solo, rasanya kurang lengkap tanpa menyambangi Tugu Pemandengan, sebuah ikon bersejarah yang juga dikenal sebagai tugu nol kilometer Kota Solo. 

Berdiri kokoh di Jalan Jenderal Sudirman, tepat di depan Balai Kota Solo, tugu ini bukan sekadar monumen, melainkan saksi bisu perkembangan kota dan menyimpan makna budaya yang mendalam. 

Sebagai bangunan cagar budaya (BCB), Tugu Pemandengan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan dan penanda penting bagi warga Solo.

Dengan ketinggian sekitar tiga meter, arsitektur Tugu Pemandengan menampilkan bentuk segi empat yang mengerucut ke atas, dipercantik dengan empat lentera yang menghadap ke berbagai penjuru. 

Desainnya yang khas mencerminkan gaya arsitektur pada masanya dan memberikan sentuhan klasik di tengah hiruk pikuk kota.

Mengenai asal-usul pembangunannya, terdapat beberapa perkiraan yang menarik. Sebagian ahli sejarah menduga tugu ini dibangun pada masa pemerintahan raja-raja Keraton Kasunanan Surakarta, mulai dari Pakubuwono (PB) VI hingga PB X. 

Sementara itu, ada pula yang berpendapat bahwa pembangunannya bersamaan dengan perpindahan pusat keraton dari Kartasura ke Surakarta pada era Pemerintahan PB II. Meskipun data otentik mengenai tahun pasti pembangunannya belum ditemukan, kuat dugaan bahwa Tugu Pemandengan didirikan pada masa PB IV.

Menurut Joko Lelono, seorang pemerhati sejarah dan budaya Kota Solo, Tugu Pemandengan memiliki peran yang lebih signifikan dari sekadar penanda lokasi. 

Ia menjelaskan bahwa pada masanya, tugu ini dibangun sebagai titik kosmologi perkotaan. Dahulu, Tugu Pemandengan berfungsi sebagai fokus pandangan raja Keraton Kasunanan Surakarta ketika beliau bersemayam atau duduk di Sitihinggil.

"Ketika Sinuhun duduk di Pagelaran, pandangannya akan tertuju pada Tugu Pemandengan ke arah utara. Jadi, tugu ini menjadi titik fokus visual dan sentral spiritual bagi raja," ungkap Joko Lelono pada Jumat (18/4/2025).

Tradisi pisowanan agung, sebuah upacara yang memperlihatkan kedekatan antara raja dan rakyatnya, menjadi salah satu momen penting di mana Sinuhun bersemayam di Sitihinggil. 

Pada acara tersebut, para abdi dalem dan rakyat dari berbagai daerah, seperti Trenggalek, Sumenep, hingga Ponorogo, berkumpul hingga Alun-alun Utara. 

"Biasanya Sinuhun lenggah saat pisowanan agung, yang bisa diartikan sebagai open house atau halal bi halal," tambah Joko.

Selain itu, Tugu Pemandengan juga memiliki fungsi strategis sebagai titik pandang raja terhadap pusat Pemerintahan Belanda yang pada masa itu berlokasi di gedung yang kini menjadi Balai Kota Solo. 

Hal ini menunjukkan bahwa tugu ini tidak hanya memiliki nilai spiritual dan budaya, tetapi juga menjadi representasi visual dari dinamika kekuasaan pada zamannya.

Mengunjungi Tugu Pemandengan memberikan kesempatan bagi kita untuk merenungkan jejak sejarah Kota Solo dan memahami bagaimana sebuah tugu sederhana dapat menyimpan begitu banyak cerita dan makna. 

Sebagai ikon Kota Solo dan bangunan cagar budaya, Tugu Pemandengan patut dilestarikan dan terus dikenalkan kepada generasi mendatang.***

Editor : Ditya Arnanta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut