GUNUNGKIDUL,iNewskaranganyar.id - Tirai kabut masih menyelimuti kampung mistis yang berada di puncak sebelah timur dari Gunung Api Purba Nglanggeran. Mitos beredar bahwa satu rumah dihuni lebih dari 7 orang, salah satu bisa meninggal dunia.
Sesuai dengan namanya, Pitu dalam bahasa Jawa yang artinya tujuh. Di kampung ini dipercayai oleh warga setempat hanya boleh dihuni oleh 7 kepala keluarga, tidak kurang dan tidak lebih. Bahkan, konon tidak semua orang dapat betah dan kuat tinggal di Kampung Pitu, hanya mereka yang terpilih saja yang sanggup.
Kampung kecil ini sebenarnya sama seperti kampung pada umumnya, dan merupakan bagian kecil dari sebuah desa di Padukuhan Nglanggeran Wetan, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
“Kalau kurang dari 7 ditambahi, kalau lebih dari 7 dikurangi,” kata Mbah Redjo Dimulyo seorang Juru Kunci Kampung Pitu yang telah berusia 103 tahun, dalam postingan tiktok @schode.
Sesuai dengan informasi yang di dapat dari Juru Kunci Kampung Pitu, kalau ada yang nekat untuk menambah keluarga di Kampung Pitu, nyawanya akan dibawa pergi (meninggal). Bahkan sempat disebut ada orang dari luar Kampung Pitu yang tiba-tiba meninggal karena ngeyel ingin tetap bermukim di Kampung Pitu.
Nah, bagaimana kalau kurang dari 7 dan tidak ada yang menambahkan?
“Anak keturunannya bikin KK baru,” jawab @schode saat ada yang bertanya di kolom komentar postingan tiktoknya.
Satu-satunya akses untuk menuju tempat ini adalah jalan setapak yang diapit oleh bebatuan besar di bagian kanan dan kirinya. Butuh sekitar 30 menit untuk menuju Kampung Pitu dari jalan raya yang berada di lereng Gunung Nglanggeran.
Dan di kampung ini juga terdapat sebuah telaga yang diberi nama Telaga Guyangan. Guyang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai memandikan, sehingga nama Guyangan diambil sebab telaga tersebut tempat mandinya Kuda Sembrani yang merupakan kuda para bidadari.
Telaga tersebut diyakini memiliki kekuatan magis oleh warga setempat, karena sumber mata air yang dapat mengabulkan semua keinginan manusia.***
Editor : Ditya Arnanta