BOYOLALI, iNewskaranganyar.id - Mitos Gunung Merapi bagi sebagian masyarakat yang tinggal di lereng gunung teraktif yang memisahkan empat Kabupaten dan dua Provinsi di tanah jawa ini sudah begitu akrab ditelinga.
Gunung satu ini diyakini sebagai penjuru angin bagi dua Keraton keturunan trah Mataram yang masih tersisa, yakni Keraton Kasunanan Surakarta dan Keraton Kasultanan Yogyakarta.
Tak heran, kalau kedua keraton ini, hingga saat ini kerap menggelar ritual di Gunung tersebut. Karena keyakinan itulah, masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi tak pernah panik dan buru-buru mengungsi bila Gunung Marapi bergejolak.
Mereka meyakini meski asap panas atau wedus gembel ini sudah berulangkali dilepaskan Gunung Merapi, mereka tidak akan beranjak dari tempat tinggalnya, bila tanda-tanda gaib belum mendatangi salah satu tokoh yang di percaya sebagai juru kunci.
Saat Mbah Marijan masih hidup, masyarakat sekitar lebih patuh terhadap Mbah Marijan. Bahkan masyarakat sekitar lebih mematuhi alhamrhum mbah Marijan dibandingkan pemerintah.
Sekalipun perintah itu dikeluarkan dari pihak Keraton,selama Mbah Marijan belum didatangi sosok gaib yang menyerupai salah satu tokoh punakawan, Mbah Petruk, intruksi segera mengungsi belum dikeluarkan.
Sosok Mbah Petruk sendiri diyakini penunggu Gunung Merapi, warga, termasuk Mbah Marijan. Sehingga, bila sosok gaib Mbah Petruk sudah muncul, suatu pertanda bila erupsi besar tak lama lagi bakal terjadi.
Gunung Bibi
Kisah mistik itu sendiri pernah disaksikan langsung iNewskaranganyar.id saat erupsi dahsyat Gunung Merapi pada tahun 2010 silam, tepatnya 1 November 2010. Saat itu, Gunung Marapi sudah berulang kali melepaskan awan panas keberbagai penjuru. Meski Kecamatan Selo, satu-satunya Kecamatan di Kabupaten Boyolali ini hanya berjarak 5 KM dari puncak Gunung Maerapi, namun masyarakat Selo masih tetap tenang beraktivitas.
Bila kondisi puncak Gunung Merapi cerah, luncuran awan panas begitu jelas terlihat dari Kecamatan Selo. iNewskaranganyar.id sendiri pernah melihat langsung betapa tenangnya masyarakat Selo ini tetap melakukan aktivitas sehari-hari, saat erupsi.
Aktifitas jual beli di pasar sayur terbesar di lereng Gunung Merapi ini terlihat mulai ramai. Begitu pula di Jrakah. Anehnya, meski daerah sekitar Selo, sudah tersentuh abu vulkanik, namun daerah ini, sama sekali tak tersentuh.
Saat itu iNewskaranganyar.id merasa penasaran dengan fenomena aneh yang terjadi di Kecamatan yang terletak persis di bawah puncak Gunung Merapi.
Dan rasa penasaran itupun sirna, saat beberapa warga menceritakan kalau mereka punya kearifan lokal yang hingga kini masih mereka jaga. Dimana, mereka yakin, selama abu vulkanik Erupsi Gunung Maerapi belum menutupi jalan di Kecamatan Selo, mereka belum akan pindah. Pasalnya, meski Gunung Merapi ini bergejolak dikarenakan adanya Gunung Bibi di bagian selatan Gunung Merapi, maka wilayah Selo dan sekitarnya masih tetap aman.
Nama Gunung Bibi ini tidaklah setenar Gunung Merapi. Namun siapapun yang melihat gunung ini akan bergidik bulu kudunya. Karena, meski gunung ini kalah tinggi, tetapi gunung ini senantiasa diselimuti kabut.
Gunung yang berlokasi di wilayah Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah itu dipercaya sebagai pelindung oleh warga setempat dari amukan Merapi. Hal itu tak lepas dari kepercayaan warga setempat yang menganggap Gunung Bibi adalah ibu kandung Gunung Merapi.
“Kami percaya Kecamatan Selo adalah wilayah paling aman. Kecamatan Selo baru akan terkena dampak letusan, bila Gunung Merapi memasuki tahap akhir erupsi dan akan kembali tenang,” ujar Suladi, salah seorang warga Desa Selo, Kecamatan Selo, Boyolali, Senin (31/7/2023).
Gunung Bibi oleh warga setempat dipercaya sebagai hutan larangan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, di hutan gunung tersebut masih banyak hewan-hewan liar dan buas.
Suladi menceritakan, pernah suatu ketika awan panas dari letusan Gunung Merapi masuk ke langit Kecamatan Selo. Masyarakat di Kecamatan Selo mulai panik. Pasalnya tidak mungkin bagi mereka untuk segera mengungsi melihat luncuran awan panas sudah menuju Kecamatan Selo.
Alternatif menyelamatkan diri hanya ada satu, yakini naik ke Gunung Merbabu. Saat warga sudah bersiap mengungsi, tiba-tiba ada dua kilatan putih dari arah Gunung Bibi masuk ke awan panas dan setelah itu awan panas beralih ke tempat lain.
Disebutkan, nama Selo berasal dari kata sela-sela karena wilayahnya berada di sela-sela dua gunung besar, yaitu Merapi dan Merbabu. Karena itu lah secara ilmiah, perbukitan inilah yang menghalau abu, awan panas, atau bahkan lava Merapi tak masuk ke wilayah Selo.
Di Gunung Bibi yang terletak di sebelah selatan Gunung Merapi inilah biasanya para pendaki Merapi yang tersesat ditemukan. ***
Editor : Ditya Arnanta