Reynold memaparkan, dasar yang digunakan Satgas BLBI menyita aset PT Tjitajam adalah berupa perjanjian di bawah tangan, yakni Perjanjian Penyelesaian Pinjaman tanggal 11 Desember 1998. Di mana pihak dalam perjanjian itu adalah Bank Central Dagang.
Ketika itu, yang dijadikan jaminan ke Bank Central Dagang bukanlah Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), melainkan hanya SK Kanwil Jawa Barat Nomor : 960/HGB/KWBPN/1997 tertanggal 29 Oktober 1997 dengan perjanjian bawah tangan.
"Itu adalah SK Kanwil Jawa Barat, logikanya kok SK Kanwil dijadikan sebagai jaminan pada waktu itu dengan Bank Central Dagang?. Harusnya yang bisa dijadikan jaminan itu adalah sertifikat. Kenapa SK Kanwil bisa dijadikan jaminan?," ucapnya.
Reynold menyebut, ada tindakan terburu-buru dalam penyitaan aset PT Tjitajam itu tanpa lebih dulu memastikan aspek hukumnya. Sehingga, kata dia, langkah penyitaan tersebut justru merugikan PT Tjitajam yang tak terkait dengan BLBI.
"Kami harap dari Satgas BLBI, dalam semangatnya mengembalikan keuangan negara coba aspek hukumya dikedepankan, jangan menabrak hukum. Harusnya mereka menghormati dong putusan pengadilan, karena putusan pengadilan itu kan setara dengan undang-undang," tegasnya.
Menyikapi penyitaan itu, tim kuasa hukum PT Tjitajam tengah memelajari lebih lanjut ketentuan yang berlaku untuk mengambil langkah hukum atas penyitaan aset PT Tjitajam oleh Satgas BLBI di daerah Cipayung, Depok.
"Kami lagi memelajari untuk langkah-langkah hukumnya," tandasnya.
Editor : Ditya Arnanta