TANGERANG SELATAN, iNewskaranganyar.id - Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) memasang plang penguasaan dan pengamanan lahan seluas sekira 53 hektare di wilayah Cipayung Jaya, Cipayung, Depok.
Lahan itu adalah milik PT Tjitajam. Penguasaan fisik itu dilakukan pada Rabu 17 Mei 2023. Aparat keamanan mengawal ketat pemasangan plang. Sempat terjadi perdebatan antara Satgas BLBI dengan pemilik melalui kuasa hukumnya di lokasi.
Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban menyebut jika aset itu merupakan Barang Jaminan Diambil Alih (BJDA) dari eks PT. Bank Central Dagang (BCD)/eks debitur PT Mitra Unggul Bina Nusa dan diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban PT Bank Central Dagang oleh BPPN.
"Aset telah tercatat sebagai aset milik negara dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Transaksi Khusus, yang saat ini dikelola Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara," tulis Rionald dalam keterangan resminya kepada wartawan.
Dia menjelaskan, Satgas BLBI akan terus melakukan upaya hukum sesuai ketentuan berlaku, apabila terdapat pihak yang keberatan dalam proses penguasaan atas aset di lokasi.
"Aset properti eks BLBI di atas, menjadi prioritas penanganan oleh Satgas BLBI. Atas aset aset yang telah dilakukan penguasaan fisik ini akan dilakukan optimalisasi pengelolaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk tahap berikutnya, Satgas BLBI telah merencanakan tindakan penguasaan fisik atas aset properti yang tersebar di berbagai kota/kabupaten di Indonesia," imbuhnya.
Kuasa hukum PT Tjitajam, Reynold Thonak, memberi klarifikasi terkait penyitaan lahan 53 hektare milik kliennya tersebut. Dia memastikan, bahwa aset lahan di lokasi tidak ada kaitannya dengan jaminan oleh pihak lain.
"Berusaha mengaitkan aset PT Tjitajam ini dengan Bank Central dagang. Kemudian dilakukanlah tindakan penyitaan kemarin, karena dibilang bahwa PT Tjitajam itu asetnya dijaminkan ke Bank Central Dagang. Ini kan logika hukumnya tidak masuk," kata dia di Kantor hukumnya di kawasan Serpong, Jumat (19/05/23).
Dia membeberkan, PT Tjitajam sudah membuktikan dalam persidangan bahwa tidak ada keterangan dari BPN yang menunjukkan buku tanah tentang catatan hipotik, hak tanggungan dan sebagainya atas kepemilikan lahan tersebut.
"Terus logikanya bagaimana PT Tjitajam bisa berhubungan dengan BLBI? sedangkan PT Tjitajam tidak pernah menjadi debitur dari pada Bank Central Dagang. Kalau tidak pernah menjadi debitur, kenapa asetnya PT Tjitajam yang disita?," sambungnya.
Reynold memaparkan, dasar yang digunakan Satgas BLBI menyita aset PT Tjitajam adalah berupa perjanjian di bawah tangan, yakni Perjanjian Penyelesaian Pinjaman tanggal 11 Desember 1998. Di mana pihak dalam perjanjian itu adalah Bank Central Dagang.
Ketika itu, yang dijadikan jaminan ke Bank Central Dagang bukanlah Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), melainkan hanya SK Kanwil Jawa Barat Nomor : 960/HGB/KWBPN/1997 tertanggal 29 Oktober 1997 dengan perjanjian bawah tangan.
"Itu adalah SK Kanwil Jawa Barat, logikanya kok SK Kanwil dijadikan sebagai jaminan pada waktu itu dengan Bank Central Dagang?. Harusnya yang bisa dijadikan jaminan itu adalah sertifikat. Kenapa SK Kanwil bisa dijadikan jaminan?," ucapnya.
Reynold menyebut, ada tindakan terburu-buru dalam penyitaan aset PT Tjitajam itu tanpa lebih dulu memastikan aspek hukumnya. Sehingga, kata dia, langkah penyitaan tersebut justru merugikan PT Tjitajam yang tak terkait dengan BLBI.
"Kami harap dari Satgas BLBI, dalam semangatnya mengembalikan keuangan negara coba aspek hukumya dikedepankan, jangan menabrak hukum. Harusnya mereka menghormati dong putusan pengadilan, karena putusan pengadilan itu kan setara dengan undang-undang," tegasnya.
Menyikapi penyitaan itu, tim kuasa hukum PT Tjitajam tengah memelajari lebih lanjut ketentuan yang berlaku untuk mengambil langkah hukum atas penyitaan aset PT Tjitajam oleh Satgas BLBI di daerah Cipayung, Depok.
"Kami lagi memelajari untuk langkah-langkah hukumnya," tandasnya.
Editor : Ditya Arnanta