KARANGANYAR, iNewskaranganyar.id - Gunung Lawu yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur masih menyimpan misteri. Tak hanya puncak Gunung yang dahulu bernama Wukirmahendra, namun lerengnya pun kental dengan nuansa mistis. Bagi masyarakat Jawa, Gunung Lawu dikenal sebagai Pakunya pulau Jawa. Tempat yang diyakini muksonya raja Majapahit terakhir, Brawijaya V.
Salah satu bangunan peninggalan kuno syarat dengan nuansa mistis yaitu Candi Cetho. Bagi para pendaki, jalur Candi Cetho merupakan jalur yang paling ditakuti. Candi yang berada di ketinggian 1470 meter itu, bisa dikatakan jalur paling cepat menuju puncak.
Cerita salah satu relawan dari Karanganyar Emergency, Rifan Feirnandhi, meski jalur tercepat ke puncak Gunung Lawu dibandingkan Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu, namun jalur ini merupakan perlintasan yang paling berbahaya.
Begitu pendaki mulai melakukan pendakian ke puncak Gunung Lawu, melalui jalur candi Cetho, mereka sudah dihadapkan dengan tanjakan terjal serta jurang yang cukup curam.
"Jalur ini tanjakannya cukup terjal. Begitu memutuskan mendaki melalui jalur ini, sudah dihadapkan dengan medan yang sangat terjal. Bila lengah sedikit saja, bisa terjatuh kedalam jurang,"jelas Rifan saat berbincang dengan iNewskaranganyar.id, Sabtu (8/10/2022)..
Berbeda dengan dua jalur lainnya, jalur perlintasan melalui Candi Cetho ini merupakan perlintasan yang kerap tertutup kabut. Selain kerap tertutup kabut, jalur Candi Cetho, didominasi cekungan-cekungan.
Karena itulah, pendaki pemula banyak di sarankan untuk tidak melalui jalur Cetho. Sebab, minimnya pengetahuan tentang jalur melalui Candi Cetho, dijamin pendaki tersebut akan tersesat.
"Sebenarnya, jalur Cetho ini kalau diibaratkan kita bertamu ke rumah orang, kita masuk dari arah halaman depan. Tapi kalau Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu diibaratkan rumah itu bagian belakang,"ungkapnya.
Candi Cetho di Jenawi Karanganyar (Foto:iNewskaranganyar.id/Bramantyo)
Selain memiliki medan yang sangat sulit, jalur pendakian Gunung Lawu melalui candi Cetho ini, banyak dipercaya sebagai jalur perlintasan ke alam gaib. Tak heran bila melalui jalur ini, para pendaki sudah dihadapkan dengan hal-hal aneh.
Salah satunya yang sudah akrab dikenal dengan para pendaki adalah pasar setan. Bagi para pendaki, tak asing mendengar nama pasar setan.
Konon ditempat itu, sering terdengar suara bising layaknya sebuah pasar. Terkadang, para pendaki itu sendiri akan mendengar suara yang seakan menawari untuk berbelanja.
Konon bila mendengar suara tersebut, para pendaki di harus membuang apa saja dilokasi tersebut, layaknya transaksi jual beli dipasar.
"Sebenarnya yang disebut para pendaki itu sebagai pasar setan, sebenarnya itu sebuah lahan di lereng Gunung Lawu yang penuh dengan ilalang dan angin yang berhembus di sana cukup kencang. Jadi akibat tiupan angin, menimbulkan suara-suara seperti orang bertransaksi,"terangnya.
Selain pasar setan, di jalur perlintasan inipun terkenal dengan bulak peperangan. Bulak peperangan diyakini sebagai lokasi pertempuran mahluk halus. Selain tempat pertempuran mahluk halus, lokasi ini pun diyakini sebagai lokasi pertempuran antara pasukan Brawijaya dengan pasukan Demak.
"Tak heran di bulak peperangan, terkadang terdengar seperti ada pertempuran. Suarannya cukup jelas sekali terdengar oleh para pendaki,"ungkap Rifan.
Meski begitu, Rifan mengakui kalau Gunung Lawu itu berbeda dari Gunung lainnya. Salah satu keanehan Gunung Lawu yang tak dimiliki Gunung lainnya itu bila musim panas.
Pasalnya, bila musim panas, justru suhu udara di Gunung Lawu ini sangat dingin sekali. Selain itu, hanya satu-satunya Gunung dimana dipuncaknya terdapat sebuah warung.
Keanehan lainnya yaitu, meski berada dipuncak Gunung Lawu, warung mbok yem ini terdapat saluran telepon kabel. Tak hanya itu saja, ungkap Rifan, di warung mbok yem yang berada di Argo Dalem ini, para pendaki yang beristirahat bisa melihat televisi dengan jelas. Karena di warung mbok yem ini terdapat saluran listriknya.
"Kalau dipikir aneh. Masak di puncak gunung ada sambungan telepon terus ada listrik di warung mbok yem. Tapi memang itu faktanya. Dan hanya di Gunung Lawu sajalah setiap suro, banyak warung berdiri di sepanjang jalur pendakian,"pungkasnya.***
Editor : Ditya Arnanta