get app
inews
Aa Text
Read Next : Caitlyn Muni Chandra, Remaja Bali yang Jago Public Speaking

Kisah Perang Puputan Bali, Perjuangan Heroik hingga Bunuh Diri Massal

Kamis, 23 Juni 2022 | 08:09 WIB
header img
Perang Puputan di Bali yakni melawan sampai titik darah penghabisan, sampai ajal menjemput (Foto: Pixebay)

Namun tiba-tiba sebuah peluru meriam Belanda menyambar lututnya. Dewa Agung Gede yang jatuh terjengkang kembali bangkit dan maju melawan sampai tewas. 

Anak lelaki Dewa juga meninggal dunia terkena berondongan peluru Belanda. Begitu juga dengan Tjokorda, melawan sampai titik darah penghabisan. Tanpa rasa gentar sedikitpun, para selir raja menyusul kematian suaminya. 

“Enam selirnya berlutut dan membiarkan diri mereka ditusuk jantungnya dengan sebilah keris," tambahnya. 

Melihat junjungannya telah tewas, para pengikut yang tersisa bersama istri dan anak-anak mereka di belakangnya maju menyerang dengan memakai tombak. Dalam sekejap mereka menjadi santapan peluru senapan dan meriam Belanda yang berhamburan. 

Beberapa yang tidak terluka berjalan maju, memungut keris dari tubuh yang bersimbah darah, dan lantas menghujamkan ke tubuh sendiri. “Mereka semua menginginkan kematian,” sambung Van Kol.

Pertempuran yang tidak seimbang itu menelan banyak nyawa. Dari jarak 100 meter pasukan Belanda, seorang Raja Agung tewas dengan kondisi yang mengenaskan. Di dekat jasadnya, terkapar tubuh istri-istrinya yang juga sudah tak bernyawa. 

Di belakangnya, menumpuk mayat yang beberapa diantaranya masih hidup dalam keadaan bermandikan darah dan sekarat. Sumber sejarah menyebut, sedikitnya 300 orang gugur melawan kolonial Belanda. 

Mereka yang masih tersisa di kediaman Kerajaan Klungkung, segera diasingkan ke Lombok, termasuk 19 orang yang dianggap memiliki jabatan penting di kerajaan. Inem Semara Pura, Puri atau istana Dewa Agung Gede luluh lantak. 

Peristiwa yang terjadi di Klungkung mengulang tragedi dua tahun sebelumnya (1906) di Denpasar yang menewaskan sebanyak 1.200 sampai 1.400 orang rakyat Bali. 

“Sejak akhir abad ke-18, para penguasa Bali beserta keluarganya menyadari bahwa kekalahan tidak dapat dihindari. Mereka pun memilih mati,” tulis Van Kol yang merupakan anggota Dewan Parlemen II Belanda yang pada abad ke-19 menjadi insinyur di Hindia Belanda.

Editor : Ditya Arnanta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut