Bantuan yang digulirkan untuk penerima, kata Rudi, sejak tahun 2019 hingga September 2021, sebesar Rp200 ribu per Kepala Keluarga (KK) yang dicairkan per triwulan yang dapat dibelanjakan di e-warung yang telah ditentukan sebelumnya.
"Seharusnya penerima bantuan ini dapat belanja pada e-warung yang telah ditentukan. Per KK mendapatkan Rp200 ribu yang cair per triwulan," jelas Rudi.
Harga sembako yang diinaikan koordinator lapangan dan pendamping, terang Rudi, diduga sengaja dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan sembako.
"Misalnya, harga beras dijual dengan harga Rp90 ribu per karung, dinaikan menjadi Rp120 ribu, termasuk harga setiap item sembako yang dibeli penerima bantuan. Diduga mereka menaikkan harga kisaran Rp40 ribu per item," jelas Rudi.
Saat ini, lanjut Rudi, penyidik kejaksaan telah memeriksa 40 orang saksi terkait bantuan pangan non tunai langsung, termasuk koordinator dan pendamping penerima bantuan.
Rudi menyampaikan, penyidik telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bengkulu, terkait kerugian negara dalam dugaan korupsi di BPNT tersebut.
"Sejak tahun 2019 hingga 2021 ditaksir kerugian negara mencapai miliaran rupiah," ujar Rudi.
Editor : Bramantyo
Artikel Terkait