SOLO, iNewskaranganyar.id - Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta peringati
Hari Wayang Dunia ke-10 dengan menggelar ruwatan massal di Pendhapa KGPH Djojokusumo, Kampus ISI Surakarta.
Dr. Bagong Pujiono, Ketua Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta menjelaskan, ruwatan massal dilakukan sebagai ritual membersihkan diri dari sukerta atau pengaruh negatif, sehingga mendapatkan ketenteraman hidup.
Gelar ruwatan massal yang dilakukan sebagai rangkaian Hari Wayang Dunia ke-10 ini, disebutkan Bagong Pujiono, sejalan dengan keyakinan dan pandangan masyarakat Jawa, bahwa ‘sukerta’ atau mala merupakan energi negatif yang menyatu dengan manusia, sehingga perlu dilakukan ritual pembersihan atau dikenal sebagai ruwatan.
Menurut Bagong Pujiono, ruwatan berasal dari kata ruwat yand bisa diartian sebagai penyucian, pelepasan, pembersihan dari segala malapetaka yang menghinggapi manusia dan jagat raya.
"Setidaknya kita mengenal ruwatan sukerta yang dilakukan secara perorangan ataupun secara massal," ujar Bagong Pujiono.
Selain itu, ada ruwatan nagari yang disebutkan Bagong Pujiono dilakukan untuk mensucikan atau membersihkan berbagai sengkala pada suatu negara, dusun, sendang, bumi, segara, gunung dan lainnya
Dipimpin juru ruwat Ki Dr. Suyanto Hadipramono, ruwatan massal.yang dilakukan belum lama ini diikuti 30-an peserta, yang dikategorikan sebagai orang sukerta.
Peserta ruwatan mengikuti rangkaian prosesi, mulai dari kirab, duduk menempatkan diri, menyaksikan jalannya lakon Murwakala, ritual potong rambut dan diberi percikan air khusus dari tujuh sumber air.
Ritual ruwatan ini dilakukan secara sakral dan khusuk, hingga memunculkan daya dan aura yang baik bagi yang melakukan.
Sementara lakon Murwakala menggambarkan pembebasan bagi orang sukerta dan sengkala, di mana direpresentasikan saat dalang Kandhabuwana alias Bathara Wisnu berhasil membebaskan mereka dari keinginan Bathara Kala untuk memangsanya.
Ditambahkan Bagong Pujiono, pelepasan atau pembebasan ini juga disinggung pada beberapa literatur Jawa, seperti pembebasan Dewi Winata oleh Garudeya dalam Adiparwa, Kakawin Parbhigama, Arjuna membebaskan bidadari Purpamesi dari kutukan berujud buaya di Sungai Savabadra.
Sedangkan pada Kidung Sudamala ditemukan cerita Sadewa meruwat Durga kembali berparas Uma, ataupun dalam cerita Nawaruci, saat Bima berhasil meruwat Rukmuka Rukmakala menjadi Bathara Indra dan Bathara Bayu.
Daya dan aura ruwatan disebutkan Bagong Pujiono, terindikasi pada beberapa hal, yakni suasana atau atmosfir sakral di Pendopo sebagai tempat pelaksanaan ritual.
Indikasi kedua yakni lakon Murwakala yang digelar dalang menggambarkan tokoh-tokoh yang sedang diselamatkan dari pengaruh jahat.
Indikasi ketiga adalah aura mistis yang terasa dari kepulan asap dan aroma dupa, serta bermacam-macam sesajen yang menyertai.
Daya dan aura ruwatan ini juga dapat dirasakan dari kekuatan spiritualitas sang dalang, di mana para peserta ruwatan mempunyai keyakinan mendalam bahwa dirinya telah diliputi daya dan aura postif, sehingga bisa terhindar dari berbagai pengaruh negatif dalam kehidupan.
Aura positif ini diterangkan Bagong Pujiono juga menyebar pada lingkungan alam sekitar.
Ruwatan massal ini berdampak secara psikologis terhadap para peserta, di mana menjadi lebih baik, nyaman, dan tenang.
Tidak hanya itu, ritual ruwatan massal juga memiliki implikasi positif terhadap upaya pelestarian kearifan lokal di Indonesia, karena ruwatan merupakan bentuk ekspresi budaya komunal masyarakat yang dijaga kesinambungannya sehingga tidak punah dimakan zaman.
Sementara ruwatan massal yang digelar ISI Surakarta setiap tahun ini memberikan ruang kreasi dan inovasi bagi para seniman dalang, menumbuhkan budaya riset terhadap seni budaya tradisional dan kearifan lokal di Indonesia.
Semoga tulisan tentang ISI Surakarta Gelar Ruwatan Massal, Ini Maknanya, dapat bermanfaat bagi para pembaca, jangan lupa share dan nantikan selalu tulisan lain hanya di iNewskaranganyar.id. ***
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait