SOLO, iNewskaranganyar.id - Salah satu tradisi turun temurun Keraton Kasunanan setiap peringatan hari besar seperti Idul Fitri, Idul Adha dan Maulid Nabi Muhammad SAW yakni membagikan hasil bumi berupa rempah-rempah yang diarak dalam bentuk Gunungan.
Tradisi ini sudah ada sejak bertahun-tahun lamanya, menjadi cara bagi Raja Surakarta untuk bersedekah. Banyak orang percaya, jika mereka bisa memperoleh isi Gunungan, maka mereka bisa mendapat keberkahan yang berlimpah.
Kali ini, dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Keraton Kasunanan Surakarta bakal kembali mengarak empat pasang gunungan yitu gunungan jaler (Laki-laki) dan gunungan estri atau perempuan.
Gunungan jaler (laki-laki) berisi bahan makanan mentah seperti sayuran dan palawija sebagai simbol laki-laki bertanggung jawab mencari nafkah atau bahan makanan.
Sementara gunungan estri (perempuan) berbentuk kerucut terbalik berisi makanan olahan matang, melambangkan tugas istri mengolah bahan makanan menjadi hidangan siap saji. Dari jadwal, sepasang gunungan itu akan diarak pihak Keraton Kasunanan saat 12 Rabiul Awal atau hari Kamis 28 September 2023.
Sebelum dibagikan, sepasang gunungan itu diarak 250 abdi dalem menuju Masjid Agung yang letaknya berada disamping Keraton Kasunanan. Setelah didoakan, sepasang gunungan itu dibagikan pada masyarakat.
Dari yang sudah-sudah, sepasang gunungan itu akan ludes diserbu masyarakat dalam hitungan detik saja. Padahal, proses pembuatan sepasang gunungan itu memakan waktu 1 bulan lamanya.
iNewskaranganyar.id mendapatkan kesempatan melihat dari dekat proses pembuatan sepsang gunungan yang akan diarak saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Tanpak Agung salah satu abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta begitu serius mengingatkan bahan makanan pada gunungan jaler (laki-laki). Terlihat jelas, Agung begitu teliti mengerjakan pembuatan gunungan itu.
Ia mengatakan, proses pembuatan gunungan ini waktunya 1 bulan lamannya. Yang paling lama, membuat rangkaian gunungan ini.
"Waktunya lumayan, 1 bulan. Paling lama itu membuat kerangka gunungan ini. Memang ada bekas gunungan tahun sebelumnya. Tapi rata-rata kondisinya sudah rusak,"papar Agung pada iNewskaranganyar.id, Rabu (27/9/2003).
Proses pembuatan gunungan diawali oleh sebuah prosesi yang disebut dengan Numplak Wajik. Secara harafiah, Numplak Wajik berarti meletakkan wajik (makanan tradisional yang terbuat dari ketan) ke dalam rangka bambu yang akan menjadi penopang tubuh gunungan.
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait