MALANG, iNewskaranganyar.id - Gunung Butak yang memisahkan Malang dengan Blitar, Jawa Timur ini termasuk gunung penuh misteri. Selama ini pamor gunung setinggi 2.686 meter dpl masih kalah dengan Gunung Semeru, Bromo, dan Gunung Ijen.
Namun siapa menyangka, gunung yang masih satu rangkaian dengan Gunung Kawi, dan Gunung Panderman termasuk gugusan pegunungan Putri Tidur ini menyimpan misteri tersendiri.
Sejarah Gunung Butak
Berbeda dengan deretan gunung di Tanah Jawa, belum ada satupun catatan bila Gunung Butak pernah mengalami erupsi. Meskipun Gunung Butak termasuk ke dalam kategori gunung stratovolcano, yakni gunung berapi komposit yang tinggi mengerucut dan terdiri atas lava serta abu vulkanik yang mengeras.
Nama Gunung Butak disematkan lantaran gunung akan berubah warna menjadi kecoklatan pada saat musim kemarau. Penyebab gunung berubah warna menjadi coklat adalah karena padang sabana yang ada di puncaknya serta pepohonan di sekitar lereng, yang menjadi kering ketika kemarau tiba.
Mitos di Balik Keindahan Gunung
Seperti halnya gunung lainya di Tanah Jawa, Gunung Butak tak luput dari mitos yang berkembang pada masyarakat sekitar. Pada bagian timur gunung terdapat satu tempat yang tidak ditumbuhi oleh rumput. Seperti dikutip dari Javatrevel, konon, bagian tanah tersebut merupakan tempat yang dulunya ditancapi keris pusaka Eyang Jatikusumo.
Eyang Jatikusumo sendiri merupakan orang sakti di tempat tersebut, dan kerisnya memiliki nama Kyai Ampal Bumi. Saking saktinya Eyang Jatikusumo, alkisah dulu pernah ada seekor ular raksasa yang mengganggu kedamaian kampus sekitar gunung. Namun tidak ada satu pun orang yang bisa menyingkirkan ular raksasa tersebut, kecuali Eyang Jatikusumo.
Selain cerita itu mitos lainnya yaitu putri celeng dan siluman rambut geni. Dimana putri celeng umumnya didapati memiliki bentuk kepala seperti celeng dengan tubuh seorang putri cantik, namun terkadang sebaliknya.
Sementara siluman rambut geni disebut sebut hanya memiliki separuh badan saja yaitu dari perut ke atas, dengan rambut yang menyala seperti geni (api).
Keyakinan mengenai banyaknya makhluk ghaib yang ada di gunung ini, membuat para pendaki diwajibkan untuk waspada ketika bertandang dan sebaiknya tidak berbuat hal yang tidak pantas atau mengakibatkan kerusakan di sini. ***
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait