Kisah Haru Soeharto Saat Kekeuh Berhaji sebagai Warga Biasa Bukan Presiden

Abdul Malik Mubarok
Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto saat wukuf di Arafah pada musim haji 1991. (FOTO/Koleksi Keluarga Mien R Uno via buku Pak Harto The Untold Stories)

JAKARTA,iNews.id - Kisah Presiden Soeharto ingin menunaikan ibadah haji sebagai warga biasa bukan sebagai Presiden sangat mengharukan. 

Bagaimana tidak, keinginan berhaji sebagai warga biasa bukan sebagai Presiden tetap Kekeuh ingin diwujudkan.

"Itu tidak mungkin," kata Maftuh Basuni, seorang diplomat di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Rabat, Maroko saat rapat dengan tim persiapan kunjungan Presiden Soeharto yang dipimpin oleh Brigjen TNI AM Hendropriyono pada Mei 1991 seperti dikutip dari buku Pak Harto The Untold Stories (2012), Sabtu (9/7/2022). 

Maftuh Basuni sengaja terbang ke Jeddah, Arab Saudi karena secara mendadak ditunjuk menjadi perwira protokol bagi Presiden Soeharto yang akan menunaikan ibadah haji beserta keluarga. 

"Justru kita dikirim kemari untuk mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin," tukas Hendropyriyono.

Maftuh Basuni yang pernah menjadi Sekretaris Pribadi Duta Besar RI untuk Arab Saudi di Jeddah (1976-977) itu tak bisa tidur selepas rapat. 

Ia memikirkan jalan keluar bagi keinginan Pak Harto. Setelah lama merenung, Maftuh akhirnya menemukan ide yang mungkin bisa dikompromikan. 

Saat sarapan bersama, ia mengusulkan agar Presiden Soeharto tetap datang dalam rangka kunjungan kenegaraan. Artinya, datang dan pulang dengan penyambutan dan pelepasan resmi.


Presiden Soeharto berbincang dengan Raja Fahd saat berkunjung ke Arab Saudi pada 1991. Maftuh Basuni berperan sebagai penerjemah. (FOTO/Koleksi Keluarga Maftuh Basuni via buku Pak Harto The Untold Stories)

"Beliau dan keluarga dapat melaksanakan haji bersama jamaah Indonesia lainnya pada jadwal free program yang biasanya untuk memberi kesempatan tamu melaksanakan acara-acara bersifat pribadi," kata diplomat karier lulusan Pondok Pesantren Modern Gontor, Jawa Timur ini. 

"Setuju! Tolong dikomunikasikan dengan pihak Saudi Arabia," kata Hendropriyono.

Setelah berkomunikasi, Kerajaan Arab Saudi tetap ingin Presiden Soeharto melaksanakan haji, utamanya saat wukuf di Arafah, di area khusus untuk tamu negara.

Namun Pak Harto juga keukeh ingin wukuf bersama jamaah haji Indonesia.  Sebagai jalan tengah, akhirnya disepakati Presiden Soeharto wukuf bersama jamaah Indonesia dengan pengawasan penuh Pasukan Pengamanan Kerajaan. Presiden Soeharto bersama keluarga berangkat ke Tanah Suci pada 16 Juni 1991. 

Sesampai di Jeddah, ternyata penerjemah yang telah disiapkan dari Jakarta terlambat tiba. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) kemudian memerintahkan Maftuh Basuni menjadi penerjemah Pak Harto. 

Saat wukuf dimulai, sarjana jebolan universitas di Madinah, Arab Saudi itu juga ditugasi menjadi salah satu pembimbing haji Presiden Soeharto dan rombongan. 
Menurut catatan wartawan senior, Emron Pangkapi dikutip dari tulisan berjudul 'Kenangan Beribadah Haji Bersama Pak Harto', keluarga Presiden Soeharto yang ikut adalah Ibu Negara Tien Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto bersama suami Indra Rukmana, Bambang Trihatmojo dan istrinya Halimah Agustina Kamil, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto, Siti Hutami Endang Adiningsih atau Mamiek Soeharto, Prabowo Subianto dan Siti Hediati Hariyadi atau Titik Soeharto, dan kerabat dekat lainnya.


Presiden Soeharto dan keluarga saat menunaikan ibadah haji pada 1991. (FOTO/IST)

Ikut mendampingi Panglima ABRI Try Sutrisno, Danseskoad Letjen Faisal Tandjung, Pangkostrad Mayjem Wismoyo Arismunandar, Gubernur Jawa Barat Yogie S Memet, Gubernur Sumut Raja Inal Siregar, dan Gubernur Sumsel Ramly Hasan Basri.

"Adapun Ajudan Presiden, Kolonel Wiranto terus melekat di samping beliau. Begitu juga Ketua Tim TPHI Kolonel Hendro Priyono," tuturnya. 

Biro perjalanan haji PT Tiga Utama yang mengurusi keperluan haji Presiden Soeharto dan keluarga menyediakan tenda transit, letaknya tak jauh dari tenda utama khotbah wukuf. 

Sebuah kebetulan, wukuf bertepatan dengan hari Jumat. Haji tahun itu pun disebut sebagai Haji Akbar. Pak Harto dan rombongan tiba di tenda transit sekitar pukul 11.00 waktu Arab Saudi. 

Semua mengenakan pakaian ihram. Setelah transit setengah jam, rombongan Kepala Negara pindah ke tenda utama. Seraya mengucapkan salam, Pak Harto masuk ke tenda. Semua jamaah haji pun tertegun melihat Pak Harto yang hadir di tengah-tengah mereka. 

"Pak Harto mengucapkan salam dan langsung masuk ke tenda utama. Sedangkan Ibu Tien Suharto berada di bagian belakang yang dikhususkan untuk jamaah wanita," kata Emron.

Menurutnya, khotbah wukuf disampaikan oleh KH Qosim Nurseha dan salat Jumat dipimpin KH Hikmatullah. Banyak yang menangis ketika KH Qosim Nurseha menyampaikan khotbah. Di mana mana terdengar isyak tangis. 

"Sekitar jam 14.00 Pak Harto dan rombongan inti pindah ke Tenda Raja Saudi di atas Bukit Arafah. Mereka melanjutkan wukuf di tempat yang disediakan Pemerintah Saudi. Sejumlah tentara baret merah Saudi Arabia, dengan senjata terhunus siaga mengawal Pak Harto," katanya. 

Kesuksesan penyelenggaraan haji Pak Harto dan keluarga membawa Maftuh Basuni ke Istana.  Usai perhelatan haji, pria kelahiran Rembang, 4 November 1939 itu dipanggil pulang ke Jakarta dan bertugas sebagai Kepala Protokol Kepresidenan.

Editor : Ditya Arnanta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network