KARANGANYAR, iNews.ID - Sungai Bengawan Solo adalah sungai terpanjang di Pulau Jawa. Bengawan dalam bahasa Jawa berarti sungai yang besar.
Berhulu di daerah Pegunungan Sewu, Wonogiri Jawa Tengah dan bermuara di daerah Gresik. Mengalir di 17 kabupaten dan kota dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur.
Dibalik Sungai yang terkenal hingga ke negeri Sakura, Jepang, terdapat mitos berkembang dan diyakini warga yang tinggal di sepanjang Bengawan Solo. Uniknya, tiap daerah yang dilalui, memiliki mitos sendiri-sendiri tentang sungai Bengawan Solo.
Di wilayah Soloraya misalnya, mitos yang berkembang di masyarakat adalah keberadaan siluman buaya putih di salah satu desa. Mitos buaya putih ini dikaikan dengan cerita Joko Tingkir, Raja dari Kerajaan Pajang yang sempat berduel dengan puluhan Buaya saat mengarungi sungai Bengawan Solo.
Siluman itu mengincar orang-orang yang mandi di Sungai Bengawan Solo. Kemudian ada juga mitos yang berkembang di masyarakat terkait Bengawan Solo ini di daerah Ngawi, Jawa Timur. Konon salah satu lokasi yang dikeramatkan dari Sungai Bengawan Solo berada di utara Ngawi, yang dinamakan Kerek.
Kenapa bisa dinamakan Kerek, menurut cerita yang berkembang saat ada perahu yang melewati aliran bengawan Solo di wilayah tersebut harus dikerek atau dituntun.
Menariknya di daerah Kerek ada kedung yang dianggap keramat. Kedung itu sebagaimana dikutip dari "Bunga Rampai Sejarah Bojonegoro" yang ditulis R Soeparmo bernama Maya.
Banyak perahu yang konon mendapat kesulitan karena berada di tikungan dan arus airnya cukup deras. Konon, di dalam kedung ada seorang putri yang tenggelam bernama Dewi Maya.
Dia merupakan putri dari salah satu pejabat setempat bernama Ki Ageng Kuwung di masa Kerajaan Pajang. Pada suatu hari sang penguasa wilayah itu tengah berjalan-jalan di Kuwung yang berbatasan langsung dengan Sungai Bengawan Solo.
Tiba-tiba ia mengetahui ada seorang anak yang terseret arus dan tersangkut di sebuah pepohonan. Dia lantas segera memberi pertolongan.
Anak itu lantas diangkat menjadi anak dan diberi nama Djaka Sangsang, yang notabene merupakan anak dari seorang janda di Jambe yang sangat cantik.
Singkat cerita, Djaka Sangsang bertemu dengan Dewi Maya yang merupakan anak kandung dari Djaka Sangsang.
Tetapi pernikahan ini konon membuat sang ayah Djaka Sangsang merasa malu karena anak kandungnya menikah dengan anak angkatnya yang ditemukan di Sungai Bengawan Solo. Ki Ageng Kuwung akhirnya mencari cara agar anaknya bisa berpisah dengan Djaka Sangsang.
Djaka lantas diminta untuk menyampaikan surat kepada Kerajaan Pajang di ibu kota kerajaan.
Isi suratnya agar Djaka Sangsang bisa dijadikan abdi selamanya, sang anak tiri itu lantas tak menolak lalu berangkat menyampaikan surat ke Pajang.
Djaka Sangsang lantas diterima menjadi abdi atau pembantu oleh karena Djaka juga memiliki wajah yang cakap membuat putri Pajang pun jatuh cinta padanya. Akhirnya sang putri Pajang itu pun kawin dengan Djaka Sangsang.
Di sisi lain, Dewi Maya istri Djaka Sangsang yang tinggal di Desa Kuwung telah menunggu begitu lama sang suami, namun tak kunjung pulang.
Istrinya lantas berupaya menjemput suaminya di Pajang, akan tetapi saat menyeberang Sungai Bengawan Solo inilah Dewi Maya hanyut dan hilang di Kedung. Sejak saat itulah kedung itu dinamakan Kedung Maya.
Djaka Sangsang yang berada di Pajang agak lama teringat memeninggalkan istrinya di Desa Kuwung. Ia lantas meminta untuk berkunjung untuk datang ke Desa Kuwung sebentar. Permintaan itu disetujui oleh putri Pajang tadi.
Setibanya di Desa Kuwung ada seseorang yang memberitahu Djaka Sangsang bahwa istrinya hanyut dan hilang di Sungai Bengawan Solo tak lama, saat hendak menyusulnya ke Pajang. Djaka Sangsang pun cukup sedih dan tampak murung.
Dia kemudian melihat ke arah Sungai Bengawan Solo tempat dimana istrinya hilang. Tiba-tiba Dewi Maya seolah-olah menampakkan wujudnya, hingga membuat Djaka Sangsang tak tahan dan dia melompat juga ke dalam kedung. Ia pun akhirnya turut hilang di situ.
Putri Pajang yang resah karena suaminya Djaka Sangsang tak kunjung kembali, mencoba mencari tahu keberadaannya. Sang putri Pajang itu pun menerima informasi suaminya bunuh diri melompat ke kedung di aliran Sungai Bengawan Solo.
Ia pun turut melompat ke kedung dan turut hilang di situ.
Tak ayal hingga sekarang Kedung Maya di Sungai Bengawan Solo itu menjadi tempat keramat. Sejumlah perahu yang melintas kerap mendapat halangan dan seperti termakan tumbal. Dari sanalah apabila ada orang - orang yang menjalankan perahu disitu harus berhati-hati.
Dipercaya mereka yang melintas tidak boleh bicara yang tidak baik. Tetapi konon sejumlah kecelakaan yang ada di sekitar wilayah tersebut tak selamanya karena penyebab mistis. Konon arus airnya di sekitar lokasi cukup deras, yang membuat perahu terbalik.
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait