BENGKULU, iNews.id - Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Mukomuko, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, mengusut dugaan tindak pidana korupsi anggaran bantuan pangan nontunai (BPNT), tahun anggaran 2019-2021.
Dugaan korupsi itu diduga menyeret tujuh oknum koordinator lapangan penyuplai bahan pokok dan oknum pendamping di kecamatan di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
Mereka diduga menaikan harga jual bahan pokok hingga Rp40 ribu, untuk satu item. Ditambah kualitas dari sembako tersebut tidak layak diterima 3400 penerima yang tersebar di 15 kecamatan di daerah ini.
Dugaan tindak pidana korupsi ini terungkap setelah adanya keluhan warga penerima bantuan yang mengeluhkan buruknya kualitas beras yang dijual pada e- warung.
Sehingga penerima bantuan, menjual kembali bahan pokok berupa beras tersebut dengan harga yang murah kepada pemilik hewan peliharaan.
Kepala Kejaksaan Negeri Mukomuko, Rudi Iskandar mengatakan, koordinator lapangan dan pendamping di kecaamtan diduga memonopoli harga dengan menaikkan harga jual. Di mana mereka menentukan sendiri harga untuk dijual di e-warung ke penerima bantuan.
Dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 20 Tahun 2019 pada Pasal 39 ayat (1) disebutkan pendamping sosial dilarang membentuk e-warung, menjadi pemasok barang dan menerima imbalan, baik uang atau barang, berkaitan dengan penyaluran BPNT.
"Indikasinya menyeret oknum pendamping dan koordinator lapangan yang tersebar di kecamatan di Kabupaten Mukomuko," kata Rudi, saat ditemui, Jumat (15/4/2022).
Bantuan yang digulirkan untuk penerima, kata Rudi, sejak tahun 2019 hingga September 2021, sebesar Rp200 ribu per Kepala Keluarga (KK) yang dicairkan per triwulan yang dapat dibelanjakan di e-warung yang telah ditentukan sebelumnya.
"Seharusnya penerima bantuan ini dapat belanja pada e-warung yang telah ditentukan. Per KK mendapatkan Rp200 ribu yang cair per triwulan," jelas Rudi.
Harga sembako yang diinaikan koordinator lapangan dan pendamping, terang Rudi, diduga sengaja dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan sembako.
"Misalnya, harga beras dijual dengan harga Rp90 ribu per karung, dinaikan menjadi Rp120 ribu, termasuk harga setiap item sembako yang dibeli penerima bantuan. Diduga mereka menaikkan harga kisaran Rp40 ribu per item," jelas Rudi.
Saat ini, lanjut Rudi, penyidik kejaksaan telah memeriksa 40 orang saksi terkait bantuan pangan non tunai langsung, termasuk koordinator dan pendamping penerima bantuan.
Rudi menyampaikan, penyidik telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bengkulu, terkait kerugian negara dalam dugaan korupsi di BPNT tersebut.
"Sejak tahun 2019 hingga 2021 ditaksir kerugian negara mencapai miliaran rupiah," ujar Rudi.
Editor : Bramantyo