get app
inews
Aa Text
Read Next : Gusti Moeng Angkat Bicara Soal Status "Nyesel Gabung Republik",Keponakannya: Tidak Mewakili Keraton

Sakralnya Malam Lailatul Qadar di Keraton Surakarta: Kirab Lentera dan 2.000 Tumpeng Dibagikan

Jum'at, 21 Maret 2025 | 08:13 WIB
header img
Lailatul Qadar di Keraton Surakarta: Kirab dan Tumpeng (Foto: iNreskaranganyar. id/Muhammad Bramantyo)

SOLO, iNewskaranganyar. id - Di malam ke-21 Ramadan, Keraton Kasunanan Surakarta kembali menyelenggarakan tradisi sakral untuk menyambut malam Lailatul Qadar, malam yang diyakini lebih mulia dari seribu bulan. 

Pada Kamis (20/3/2025), tradisi ini diwujudkan dalam kirab lentera yang khidmat dan pembagian 2.000 tumpeng, sebagai ungkapan rasa syukur dan pengharapan akan berkah.

Kirab Lentera: Simbol Penerang dan Penuntun Jalan

Prosesi dimulai dengan kirab lentera dari Sasana Sewaka menuju Masjid Agung Surakarta. Bregada Prajurit Kraton, dengan seragam kebesaran, memimpin barisan, diikuti oleh para abdi dalem pembawa lentera. 

Lentera, yang berbentuk obor dan lampion bintang, bukan sekadar penerang jalan, tetapi juga simbol penerang hati dan penuntun jalan menuju kebaikan.

Iringan musik hadroh yang syahdu mengiringi langkah para abdi dalem, menciptakan suasana spiritual yang mendalam. 

Sepanjang perjalanan, aroma dupa dan wewangian bercampur dengan suara dzikir dan shalawat, menambah kekhusyukan malam itu.

Masjid Agung: Pusat Spiritual dan Tempat Berdoa

Sesampainya di Masjid Agung, doa bersama dipanjatkan, memohon ampunan dan keberkahan dari Sang Pencipta. 

Keraton Surakarta, sebagai penjaga tradisi, menyerahkan Al-Quran kepada pengurus masjid dan mushola di kawasan Baluwarti, sebagai simbol penyebaran ilmu dan cahaya ilahi.

Tumpeng: Simbol Rasa Syukur dan Kebersamaan

Puncak acara adalah pembagian 2.000 tumpeng, atau nasi rasulan, kepada seluruh peserta yang hadir. 

Tumpeng, dengan segala simbolismenya, menjadi wujud rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan. 

Setiap butir nasi dan lauk-pauknya mengandung doa dan harapan, yang dibagikan kepada seluruh umat yang hadir.

Makna Tradisi

GKR Wandansari Koes Moertiyah, Pengageng Sasana Wilapa, menjelaskan bahwa tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur atas 21 hari menjalani ibadah puasa. 

Gusti Moeng juga menyinggung tentang tradisi malam selikuran yang berkembang di Kebon Rojo (sekarang Sriwedari) pada masa Pakubuwono X.

"Tradisi tersebut merupakan upaya untuk merangkul masyarakat luas, agar mereka juga dapat merasakan kebahagiaan dan keberkahan malam Lailatul Qadar, " ujarnya. 

Sejarah dan Konteks Sosial

Tradisi malam Lailatul Qadar di Keraton Surakarta memiliki akar sejarah yang panjang. Pada masa lalu, tradisi ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh keraton. 

Seiring berjalannya waktu, tradisi ini berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman, tetapi tetap mempertahankan esensi dan makna spiritualnya.

Tradisi ini juga memiliki konteks sosial yang penting. Pembagian tumpeng kepada masyarakat merupakan wujud kepedulian keraton terhadap rakyatnya. Tradisi ini juga menjadi ajang silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan antarwarga.

Warisan Budaya yang Berharga

Tradisi malam Lailatul Qadar di Keraton Surakarta bukan hanya sekadar acara seremonial, tetapi juga merupakan warisan budaya yang kaya akan makna. 

Setiap elemen dalam tradisi ini, mulai dari kirab lentera hingga pembagian tumpeng, memiliki simbolisme yang mendalam, mencerminkan nilai-nilai spiritual dan budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Surakarta.

Tradisi ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budaya leluhur. 

Tradisi ini juga menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus menghidupkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari.***

 

Editor : Ditya Arnanta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut