get app
inews
Aa Read Next : PUDAM Tirta Lawu Karanganyar Berangkatkan Umroh 12 Karyawan, Satu Diantaranya Pasangan Pasutri

Mengenal Dekat Gunung Penanggungan, Tanah Suci Era Kerajaan Majahapit

Rabu, 23 Agustus 2023 | 16:11 WIB
header img
Mengenal Dekat Gunung Penanggungan, Tanah Suci Era Kerajaan Majahapit (Foto: okezone)

MOJOKERTO, iNewskaranganyar.id - Gunung Penanggungan yang memisahkan Kabupaten Mojokerto (bagian barat) dan Kabupaten Pasuruan (bagian timur) dan berjarak kurang lebih 55 km sebelah selatan kota Surabaya ini erat kaitannya dengan Kerajaan Majapahit. Gunung setinggi 1,653 m dpl ini diyakini sebagai tanah suci saat Majapahit.

Gunung Penanggungan dianggap wilayah suci, tentu tidak lepas dari Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada yang saat itu tidak hanya mampu menciptakan stabilitas politik, kemakmuran ekonomi, tapi juga kehidupan keagamaan warganya. 

Di wilayah suci itulah warga yang ingin menyempurnakan kehidupan religius dengan bertapa, bisa menjalankannya. Gunung Penanggunang atau nama kunonya Gunung Pawitra berlokasi di Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. 

Gunung Pawitra berada di ketinggian 1.653 m dpl dan berbentuk kerucut. Secara geografis, Gunung Penanggungan berada di perbatasan dua kabupaten, yaitu Kabupaten Mojokerto (bagian barat) dan Kabupaten Pasuruan (bagian timur) dan berjarak kurang lebih 55 km sebelah selatan kota Surabaya.

Gunung Penanggungan merupakan gunung kecil yang berada pada satu klaster dengan Gunung Arjuno dan Gunung Welirang yang jauh lebih besar. Walaupun kecil, Gunung Penanggungan diliputi aura mistis, keramat dan suci. 

Tidak hanya dirasakan di puncak gunung, suasana atau aura mistis itu terasa mulai dari kaki gunung. Bagaimana tidak, di area gunung ini ditemukan candi-candi khas bangunan peninggalan Hindu-Buddha. 

Tidak hanya suasana kesucian gunung yang didukung bangunan Hindu-Budha, tapi juga ada kisah tentang asal-muasal gunung suci itu. Cerita yang diwariskan turun-temurun, konon gunung keramat itu merupakan jelmaan Mahameru, gunungnya para dewa di zaman. 

Bahkan tidak hanya cerita lisan, dalam kitab Tantu Panggelaran Saka 1.557 atau 1.635 M, konon, para dewa sepakat untuk menyetujui bahwa manusia boleh berkembang di Pulau Jawa, namun pulau itu tidak stabil, selalu diguncang diterpa ombak lautan.

Editor : Ditya Arnanta

Follow Berita iNews Karanganyar di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut