get app
inews
Aa Text
Read Next : Terungkap Kenapa Orang Jawa Tidak Boleh Menikah dengan Orang Sunda, Ternyata Disebabkan Ini

Mengenal Sejarah Sultan Agung, Penguasa Mataram dan Masa Pemerintahannya

Minggu, 20 Agustus 2023 | 22:45 WIB
header img
Mengenal Sejarah Sultan Agung, Penguasa Mataram dan Masa Pemerintahannya (Foto: Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta)

SOLO, iNewskaranganyar.id - Kerajaan Mataram dimasa Pemerintahan Sultan Agung menjadi kerajaan terkuat dan terbesar di Nusantara pada masa itu.  Sultan Agung merupakan penguasa Mataram yang berhasil membawa Kerajaan Mataram ke dalam masa kejayaan..

Seperti dikutip dari Wikipedia, Sultan Agung lahir di Kutagede, Mataram pada 1593. Beliau wafat di Karta, Mataram pada 1645. Sultan Agung merupakan Sultan Mataram ketiga yang memerintah dari tahun 1613-1645. 

Seorang sultan sekaligus senapati ing ngalaga (panglima perang) yang terampil ia membangun negerinya dan mengkonsolidasikan kesultanannya menjadi kekuatan teritorial dan militer yang besar.

Sultan Agung atau Susuhunan Agung adalah sebutan gelar dari sejumlah besar literatur yang meriwayatkan karena warisannya sebagai raja Jawa, pejuang, budayawan dan filsuf peletak pondasi Kajawen.

Keberadaannya mempengaruhi dalam kerangka budaya Jawa dan menjadi pengetahuan kolektif bersama. Sastra Belanda menulis namanya sebagai Agoeng de Grote (secara harfiah, "Agoeng yang Besar").

Nama asli dari Sultan Agung adalah Raden Mas Jatmika. Selain itu, ia juga dikenal dengan nama Raden Mas Rangsang. Sultan Agung putra dari Susuhunan Anyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya adalah raja kedua dari Kesultanan Mataram. Sedangkan ibunya adalah putri dari Pangeran Benawa, raja terakhir dari Kesultanan Pajang.

Versi lain mengatakan bahwa Sultan Agung adalah putra Raden Mas Damar (Pangeran Purbaya), cucu Ki Ageng Giring. Dikatakan bahwa Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan oleh istrinya dengan bayi yang dilahirkan oleh Dyah Banawati. Versi ini adalah pendapat minoritas yang kebenarannya harus dibuktikan.

Sultan Agung memiliki dua permaisuri utama yang merupakan tradisi Kesultanan Mataram. Kedua permaisuri ini disebut Ratu Kulon dan Ratu Wetan. Ratu Kulon merupakan putri dari sultan Kesultanan Cirebon. 

Sedangkan Ratu Wetan merupakan putri dari Adipati Batang sekaligus cucu Ki Juru Martani.[3] Nama asli Ratu Kulon adalah Ratu Mas Tinumpak. Ia melahirkan Raden Mas Syahwawrat yang dikenal sebagai Pangeran Alit. 

Sedangkan nama asli dari Ratu Wetan adalah Ratu Ayu Batang. Ia melahirkan Raden Mas Sayyidin yang dikenal sebagai Amangkurat I. Dari permaisurinya, Sultan Agung memiliki 9 anak,yaitu Raden Mas Syahwawrat alias Pangeran Alit, Raden Mas Kasim alias Pangeran Demang Tanpa Nangkil, Pangeran Rangga Kajiwan, Raden Bagus Rinangku. GRAy. Winongan, Pangeran Ngabehi Loring Pasar, Raden Mas Sayyidin alias Pangeran Arya Mataram (kemudian bergelar Amangkurat I) GRAy. Wiramantri, Raden Mas Alit alias Pangeran Danupaya

Gelar Susuhunan

Di awal pemerintahannya, Raden Mas Jatmika bergelar Susuhunan Anyakrakusuma dan dikenal juga sebagai Prabu Pandita Anyakrakusuma. Setelah menaklukkan Madura pada tahun 1624, ia mengubah gelarnya sebagai Susuhunan Agung Adi Prabu Anyakrakusuma atau Sunan Agung. Gelar sultan, baru didapatkan Sunan Agung ketika ia mengirim utusannya kepada syarif Mekkah.

Sultan

Karena keberhasilanya dalam menaklukan banyak wilayah dan memenangkan pertempuran. Sunan Agung melakukan langkah simbolisnya yaitu mengirim utusan ke Makkah untuk meminta gelar sultan. Ia tak mau kalah dengan pesaingnya. Pangeran Ratu dari Banten, raja pertama di Jawa yang menerima gelar sultan dari Makkah bergelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdulkadir.

Pada 1641, utusan Sunan Agung tiba di Mataram, mereka menganugrahkan gelar sultan melalui perwakilan syarif Makkah, Zaid ibnu Muhsin Al Hasyimi. Gelar tersebut adalah Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarani al-Jawi, disertai kuluk untuk mahkotanya, bendera, pataka, dan sebuah guci yang berisi air zamzam. Guci yang dulunya berisi air zamzam itu kini ada di makam Astana Kasultanagungan di Imogiri dengan nama Enceh Kyai Mendung.

Gelar sultan hanya digunakan selama empat tahun (1641-1645), dimulai semenjak Sultan Agung menerima gelar tersebut dari 1641 hingga wafat pada 1645. Ia menjadi satu-satunya raja Mataram yang bergelar sultan. Setelah ia mangkat penerusnya kembali bergelar susuhunan.

Sultan Agung menjadi sultan dari Kesultanan Mataram pada tahun 1613 M. Masa pemerintahannya berlangsung hingga tahun 1645 M. Ia naik takhta untuk menggantikan posisi dari Pangeran Martapura. 

Sultan Agung ketika menjadi raja baru berusia 20 tahun. Pangeran Martapura merupakan saudara tirinya yang menjadi Sultan Mataram ketiga selama satu hari.  Sultan Agung secara teknis adalah sultan Mataram keempat, tetapi ia umumnya dianggap sebagai sultan ketiga, karena penobatan saudara tirinya yang tunagrahita hanya untuk memenuhi janji ayahnya kepada istrinya, Ratu Tulungayu, ibu Pangeran Martapura.

Pada tahun kedua pemerintahan Sultan Agung, Patih Mandaraka meninggal karena usianya sudah tua, dan posisinya sebagai patih diduduki oleh Tumenggung Singaranu. Ibu kota Mataram pada era penobatannya masih berada di Kutagede. Pada 1614, sebuah istana baru dibangun di Karta, sekitar 5 km di barat daya Kutagede, yang mulai ditempati 4 tahun kemudian.

Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Sumber: Wikipedia ***

Editor : Ditya Arnanta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut