"Seperti Majapahit memiliki simbol matahari. Dulu ceritanya Hargo dalem itu adalah sebuah tempat batunya untuk bertapa para leluhur wangsa Surya itu. Dimana setiap pagi, para leluhur Wangsa Surya selalu menatap terbitnya sinar matahari. Makanya itu tempatnya agak condong ke Utara,"imbuhnya.
Lawu oleh re manu atau Wangsa Surya yang kedatanganya sekitar 300 sebelum Masehi ke Nusantara itu, memberi nama gunung Lawu dengan nama Mahendra.
Nama Mahendra itu diambil dari sebuah nama gunung yang dulu merupakan pusat peradaban wangsa re manu atau wangsa Surya.
"Karena mereka bergelombang pindah ke sini maka Lawu juga dianggap pusat peradapan mereka dan dinamakan Mahendra. Yang memiliki arti induknya dari raja gunung," terangnya.
Setelah berjalannya waktu, ungkap Ki Sindungriwut, raja-raja se Nusantara bahkan sampai raja terakhir Majapahit atau bahkan mungkin singa Wikrama Dyah Suprabawa itu masih ke Lawu.
Pasalnya keturunan raja raja di nusantara itu mayoritas keturunan re manu wangsa Surya. Hanya Padjadjaran sendiri yang bukan keturunan re manu adalah Pajajaran.
"Setelah Majapahit runtuh banyak propaganda di Nusantara dimana seluruh nama gunung di Nusantara diganti. Seluruh gunung di Indonesia ini namanya sudah tidak asli. Dan salah satunya Mahendra ini diganti Lawu,"ujarnya.
Gok Manu, ungkap Ki Sindungriwut, adalah peradapan tertua di muka bumi ini. Bukti bila Gok Manu merupakan peradaban tertua di gunung Lawu, bisa dibuktikan dengan ditemukannya manusia purba (pithecantropus, Meghantropus).
Yang mana para arkeologi memperkirakan pithecantropus, Meghantropus ini diperkirakan berusia 1,8 juta tahun.
Tak heran pada masa itu, gunung Lawu sebuah pusat kerajaan besar sekaligus kota Metropolitan.
"Ini bisa dibuktikan dengan penemuan punden berundak, candi dan itu menunjukkan sebagai pusat peradapan (era kerajaan) sementara di era meghalit ditemukan banyak situs meghalit seperti situs watu kandang, telaga Madirda, juga Candi Sukuh, terus di Nglurah Tawangmangu,"ungkapnya ***
Editor : Ditya Arnanta