Namun, pada saat bersamaan ekonomi Rusia sejauh ini justru masih bisa bertahan. Rubel juga sejak itu pulih kembali menjadi mata uang dengan kinerja terbaik tahun ini. Sejauh ini, sanksi tidak berbuat banyak untuk meredam kehidupan di Moskow setidaknya.
Pekerja konstruksi yang mengambil bagian dalam program renovasi jalan tahunan ibu kota Rusia juga berjalan dengan lancar. Melansir dari Reuters, Menteri Ekonomi Maxim Reshetnikov mengatakan pemerintah sekarang memperkirakan kontraksi 2,9% dalam PDB Rusia untuk 2022. Kantor berita Rusia melaporkan peningkatan pada prediksi Agustus penurunan tahunan 4,2%.
“Ekonomi Rusia akan kembali tumbuh setiap triwulan pada akhir 2022 atau 2023,” ujar Reshetnikov.
Namun sepanjang tahun 2023 ekonomi masih akan mencatat sedikit kontraksi 0,9% karena "efek dasar yang tinggi" dari pertumbuhan kuat sebesar 3,5% pada kuartal pertama tahun ini. Anton Tabakh, kepala ekonom di penilai kredit Expert RA yang berbasis di Moskow, mengungkapkan dua faktor yang telah mendukung ekonomi Rusia selama enam bulan pertama rezim sanksi baru.
Pertama, lonjakan besar ekspor komoditas, terutama energi dan faktor kedua adalah naiknya pengeluaran pemerintah. Pada saat yang sama, Moskow mulai mengisi kesenjangan ekonominya melalui skema impor paralel, di mana perusahaan-perusahaan Rusia mengimpor barang-barang bermerek Barat termasuk telepon pintar, mobil dan pakaian dari negara-negara pihak ketiga dan kemudian menjualnya kembali di pasar Rusia tanpa izin dari merek dagang.
Berita inisebelumnya telah tayang di Sindonews dengan judul "Mengapa Rusia Tidak Mengalami Krisis Walau Disanksi Puluhan Negara Eropa?"
***
Editor : Ditya Arnanta