ISLAM bisa diterima di akal tapi juga masuk di hati sehingga terasa seimbang. Begitulah kesimpulan yang disampaikan seorang mualaf dokter gigi Carissa Grani.
Hal ini bagi Carissa penting disampaikannya. Carissa orang yang mendapat hidayah Allah Subhanahu wa ta'ala di masa pandemi Covid-19.
Kuasa Allah Ta'ala kepada umat-Nya memang bisa datang kapan saja dan dalam kondisi apa pun, termasuk di situasi yang tidak disangka-sangka seperti dialami drg Carissa Grani.
Drg Carissa Grani memutuskan menjadi mualaf ketika pandemi Covid-19 saat melanda dunia, termasuk di Indonesia, sekitar Maret 2020.
Ia menuturkan bahwa awal pertama kali tertarik pada ajaran agama Islam saat sedang melintas di masjid dan melihat seorang Muslimah lengkap mengenakan niqab.
"Awal pandemi, Maret 2020, itu baru digalakkan protokol kesehatan. Suatu hari saya ada rapat di Balai Kota, lewatin masjid, lalu lihat ada Muslimah pakai niqab. Biasanya lihat yang begitu agak sebelah mata. Tapi hari itu saya lihat kemuliaan wanita itu, jadi mikir hari-hari ini bukankah kita lagi dibuat seperti dia, pakai masker, jaga wudhu, tidak jabat tangan," kata drg Carissa, dikutip dari akun YouTube Cerita Untungs, Selasa (26/7/2022).
Berawal dari pertemuan sederhana itulah, ia mengaku pikiran dan hatinya menjadi terbuka. Kemudian drg Carissa mulai mencoba belajar tentang ajaran agama Islam dari sisi lahiriah.
"Hari itu saya kayak terbuka, tapi dari situ belum masuk ke ajaran Islam. Cari tahu dari sisi lahiriahnya saja, contohnya cari manfaat gerakan sholat, wudhu itu bersihin apa, manfaat puasa Senin-Kamis ya istilahnya dari sisi medisnya lah. Dari situ awal tertariknya," lanjut dia.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta