Kisah Jenderal Kopassus Kenang Pertemuan dengan Bekas Musuh di Kalimantan, Endingnya Saling Tertawa

Rizal Bomantama
Jenderal Purnawirawan AM Hendropriyono (Foto: SINDOnews)

JAKARTA, iNews.id - Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Purnawirawan AM Hendropriyono memiliki kenangan tak terlupakan saat bertugas sebagai Pasukan Khusus (Kopassus) di hutan belantara Kalimantan

Pengalaman yang paling tidak mungkin dilupakan saat dirinya masih aktif di korps Baret Merah itu saat melawan anak didiknya yang menjadi pimpinan Pasukan Gerilya Serawak (PGRS). 

Hendropriyono ini menceritakan, akhir 1960-an hingga 1970-an dirinya mendapat perintah untuk menumpas PGRS pimpinan Bong Kee Chok yang dianggap berseberangan dengan pemerintah pusat.

Bagi dirinya, sosok Bong Khee Chok tak asing lagi. Bong Khee Chok dan adiknya Bong Khun pernah dilatih Kopassus di Batujajar, Bandung. Keduanya merupakan sekutu Indonesia untuk memerangi Inggris yang membantu Malaysia saat terjadi konfrontasi RI-Malaysia.

Pergantian rezim dari Orde Lama ke Orde Baru membuat PGRS dicap komunis sehingga Presiden Soeharto yang berkuasa saat itu meminta TNI membasmi PGRS.

"Anak buah saya kenal semua sama komandan-komandan PGRS. Bahkan ada cerita, ada salah satu dari kita yang tertangkap dalam keadaan luka-luka. Karena kenal, diobatin, terus ditinggalin di pinggir kali,” kata Hendropriyono, dikutip iNews.id dari buku Kopassus untuk Indonesia Profesionalisme Prajurit Kopassus, Sabtu(11/6/2022).

Kendati saat perintah itu dirasa bagi dirinya sangat berat, namun Hendropriyono yang saat itu masih perwira pertama RPKAD tetap berangkat menjalankan perintah memimpin pasukannya melawan PGRS yang dipimpin Bong Khee Chok di Kalimantan.

Mertua Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa ini awalnya melakukan pendekatan persuasif ke pasukan GPRS dan sebagian menuai keberhasilan. 

Hanya saja, pasukan Kopassus kadang terpaksa menangkap dan menewaskan tokoh-tokoh gerilyawan Kalimantan itu jika langkah persuasif tidak berhasil.


Anggota PGRS, Tentara Nasional Kalimantan Utara (PARAKU) dan TNI berfoto bersama menandai hubungan dekat di antara mereka di bawah pemerintahan Presiden Soekarno, selama konflik Indonesia-Malaysia. (Foto:www.tionghoa.info)

"Masalahnya begini. Kita melatih PGRS. Kewaspadaan Bung Karno dulu jangan sampai ini mengotori pasukan nasionalis karena PGRS kan dulu komunis. Karena itu dibentuklah TNKU alias Tentara Nasionalis Kalimantan Utara untuk memisahkannya dengan komunis. Tapi latihannya bareng. TNKU itu isinya RPKAD, isinya kita," kata Hendropriyono.

Dia melanjutkan, saat itu dia berhasil menangkap dan menumpas anggota PGRS. Dia juga berhasil melumpuhkan salah satu komandan PGRS, Ah San alias Hassan dengan pertarungan duel. 

Namun, Hendropriyono tak pernah bertemu langsung dengan Bong Khee Chok di medan peperangan. Panglima PGRS tersebut juga baru keluar dari hutan pada November 1973 dan menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Malaysia.

“Sesudah selesai pertempuran, Syarif Ahmad Sofyan tertangkap. Bong Khon dan Bong Khee Chok menyerah di Bandar Sri Aman,” kata ayah Diaz Hendropriyono yang kini menjadi Staf Khusus Presiden Joko Widodo ini.

Puluhan tahun kemudian, pada 2005, Hendropriyono yang sudah pensiun dari TNI akhirnya bertemu dengan sang mantan musuh. Dia mengenang pertemuan dengan Bong Khee Chok terbilang cukup manis dan berlangsung dengan hangat.

Reuni antarmantan musuh ini berawal dari niat Hendropriyono yang hendak membuat buku dan membutuhkan informasi dari pihak PGRS. Dia ingin bertemu kembali dengan sang mantan musuh. Hendropriyono lalu mengontak kenalannya di Malaysia, kepala BIN Malaysia saat itu, Datuk Zakaria, yang mengaku mengenal dekat Bong Khee Chok. 

Menurut Datuk Zakaria, Bong Khee Chok cukup dikenal rakyat Malaysia. Mereka sepakat bertemu di Singapura sebagai tempat yang dianggap netral. Pertemuan ini ternyata menyimpan kisah lucu. Hendropriyono sempat salah orang. Sopir disangkanya Bpng Khee Chok.


AM Hendropriyono (tengah) dan Luhut Binsar Pandjaitan (kiri) semasa muda. (Foto: IG/AM Hendropriyono)

“Datang ni orang, disambut dan dipotret sama orang BIN. Pas mau saya salamin, dia bilang, oh bukan saya, saya driver-nya. Yang datang itu ternyata sopirnya duluan. Salah potret deh,” kata Hendropriyono.

Sementara Bong Khee Chok saat itu memang sengaja tidak langsung muncul. Dia mengamati situasi terlebih dahulu. Setelah merasa aman, dia pun turun dari mobil dan mendatangi Hendropriyono.

Akhirnya setelah 38 tahun berlalu, Hendropriyono bisa bertemu dengan bekas musuhnya. Bong Khee Cok saat itu lebih banyak diam. Namun, Hendropriyono yang supel berhasil mencairkan suasana yang kaku.

"Akhirnya muncul Bong Khee Chok. Pendek ternyata, nggak kayak orang China umumnya. Kulitnya hitam," kata Hendropriyono mengenang pertemuan itu.

Pertemuan itu pun dipenuhi suara tawa keduanya. Hendropriyono memamerkan luka-luka di tangan dan pahanya saat harus berperang dengan anak buah Boong Khee Cok.  

"Saya bilang, kacau ni orang, jago amat dulu. Ketawa-ketawa kita. Terus saya bilang, nih gara-gara kamu, saya luka-luka di tangan, di paha karena saya berantem sama anak buahmu. Dia malah nggak tau. Waduh, berarti yang saya lawan kemarin itu kucing kurap ya,” ujar Hendropriyono.

“Yang kita uber paling tinggi Teng Bun Ket, Ling Kek Bun, sekelasnya komandan kompi. Sedangkan dia panglima. Kita nguber-uber dia setengah mati nggak bakal ketemulah,” katanya.

Kepada Hendropriyono, Bong Khee Chok juga ikut menunjukkan bekas lukanya saat berperang melawan TNI. Mantan panglima PGRS itu mengaku terluka di tangan karena granat buatan Indonesia.

“Kata dia, nih saya luka gara-gara granat, saya mau lempar malah meledak di tangan. Granat Pindad nih,” ucapnya.

Pertemuan itu berakhir. Namun, setelah reuni mereka, Hendropriyono mengajak Bong Khee Chok ke Jakarta. Adik Bong Khee Chok, Bong Khun juga turut menyusul dari Serawak.

Mereka bertemu dengan dua jenderal Kopassus, Letjen Purnawirawan Prabowo Subianto dan Jenderal Purnawirawan Luhut Pandjaitan saat itu. Tepat saat itu, Hendropriyono ulang tahun ke-50.

Kocaknya, Prabowo Subianto dan Luhut Pandjaitan juga tidak menyangka penampilan Bong Khee Chok seperti saat itu.

“Waktu saya ulang tahun ke-50 ada Prabowo, ada Luhut, saya ajak semuanya. Saya kenalin, nih orangnya yang kita uber-uber. Terus pada bilang, begini doang. Kayak tukang arang. Ternyata dia hebat, jangan terkecoh dengan penampilan luarnya. Akhirnya pada foto bareng," ujar Hendropriyono.

Penasaran dengan keberadaan Bong Khee Chok, Hendropriyono juga sempat bertanya di mana ia bersembunyi saat gerilya dulu di hutan. Tidak disangka, pimpinan PGRS tersebut bersembunyi di jantung kota. Markas Bong Khee Chok ada di pusat kota Malaysia, yaitu di Kuching, dekat dengan salah satu pangkalan militer.

“Dia sembunyi di Kuching, di kota, di belakang markas batalion. Jadi selalu dia lihat, Batalion 2 MDR berangkat, nah mau ke mana nih. Dia langsung kode-kode sama pasukannya," katanya.

"Tuh buat pengalaman. Biar orang-orang jangan bikin analisis macam-macam. Sampai dibilang markas OPM di hutanlah. Mana mungkin ada posko di tengah hutan. Di kota tuh, di Jayapura," kata Hendropriyono.

Menurut profesor di bidang ilmu Filsafat Intelijen pertama di dunia ini, komandan gerilyawan kebanyakan bersembunyi di pusat kota. Anggota gerilyawan memang berada di hutan. Hanya saja menurut Hendropriyono, sang pimpinan berada di tempat yang tenang untuk memikirkan strategi.

"Dia mikir harus di tempat yang tenang. Yah di kota dan di tempat yang dia bisa ngintip gerakan gerakan musuh,” katanya.

Editor : Ditya Arnanta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network