Hal ini yang disebut Diponegoro sebagai biang keladi kekalahan pasukannya. Apalagi di peperangan itu ia mendapat dua luka yang juga disebut menandakan kekuatan spiritualnya telah hilang sementara.
Pangeran Diponegoro pun menyalahkan adanya sosok perempuan ketika saudara iparnya Sosrodilogo mengalami kekalahan.
Pasalnya di bulan Januari 1828, sang saudara ipar ini mengabaikan perintah dan larangan untuk tidak berhubungan badan dengan perempuan Tionghoa.
Diponegoro menganggap Sosrodilogo tertimpa sial sebab memperkosa seorang perempuan peranakan di Lasem, setelah kota di pantai utara itu sempat diduduki tanggal 31 Desember 1827.
Hal ini pula yang membuat Pangeran Diponegoro meminta pada tawanan perang Belanda untuk bisa berbicara dalam bahasa Jawa Kromo, bukan bahasa Melayu, dan wajib berbusana gaya Jawa bukan gaya Eropa. Sang pangeran juga wajib mempertimbangkan untuk masuk islam.
Hal ini pula yang diharapkan Pangeran Diponegoro pada kaum etnis Tionghoa yang memihak perjuangannya karena proses menjadi seorang muslim sangat sederhana, mulai memotong kucir rambut, disunat, dan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait