Untuk itulah pihaknya perlu melakukan sosialisasi bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sukoharjo untuk mensosialisasikan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang bertema "Pelestarian dan Pemanfaatan Cagar Budaya Tak Bergerak".
"Apapun yang namanya cagar budaya pasti berhubungan dengan keberadaan Kraton-kraton di Indonesia. Di Jawa Tengah, Jawa Timur banyak sekali peninggalan Kraton Surakarta yang sampai sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat juga pemerintah setempat," papar Gusti Moeng.
Kamar-kamar ini berisi mata air panas yang dahulunya kolam dimana Raja Keraton Kasunanan Surakarta berendam (Foto: iNewskaranganyar.id/Bramantyo)
Terkait sejarah Pesangrahan Langenharjo menurut Gusti Moeng sudah "melahirkan" dua raja yakni PB V dan PB IX. Karena sebelum beliau menjadi raja melakukan tirakat di Pesangrahan Langenharjo.
Diceritakan juga lokasi ini tempat PB V yang kala itu masih muda dan menjabat sebagai Adipati yang belum dinobatkan menjadi raja menatah (mengukir) Canthik Perahu Rajamala.
Yakni hiasan pada haluan perahu pesiar milik Kraton dengan mengambil simbol tokoh pewayangan bernama Raden Rajamala.
"Saat ini Canthik perahu hasil tatahan (ukiran) tangan asli PB V disimpan rapi di musim Kraton Surakarta," ungkap Gusti Moeng.
Dijelaskan juga di masa Pemerintahan PB IX selalu mengendarai perahu sebagai sarana transportasi. Sehingga sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo menjadi jalur transportasi.
Untuk itulah di depan Pesangrahan ini dibuatkan pelabuhan yang digunakan untuk melabuhkan perahu. Sayang sekali bekas pelabuhan tersebut harus hilang karena proyek Bengawan Solo kala itu.
Setelah beberapa ratus tahun kemudian, salah satu perahu yang konon sering digunakan PB IX kembali ditemukan secara tidak sengaja di aliran sungai Bengawan Solo.
Penemuan itu terjadi setelah peristiwa pendaratan darurat pesawat Garuda beberapa tahun lalu. Disebut Gusti Moeng perahu yang ditemukan di dasar Bengawan Solo ini sudah berusia sekitar 300 hingga 400 tahun.
"Salah satu perahu yang digunakan sudah ditemukan terbenam di aliran Bengawan Solo. Dan saat ini sudah dipindahkan di Langenharjo," jelas Gusti Moeng.
Ditambahkan Humas LDA KPH Eddy Wirabhumi dampak dari konflik internal Kraton yang tidak berkesudahan juga berdampak kepada Kraton itu sendiri beserta seluruh asetnya.
Jika dulu sebelum terjadi konflik masih bisa "diopeni" karena bisa masuk di dalam lingkungan Kraton, namun karena kondisi internal carut marut semua jadi terbengkalai.
Sementara itu terkait keberadaan Pesangrahan Langenharjo, Wirabhumi berharap agar ditata secara keseluruhan agar bisa dimanfaatkan menjadi destinasi wisata. Yang pastinya akan memberikan keuntungan bagi banyak pihak termasuk membangkitkan ekonomi masyarakat sekitar.
"Hanya saja perlu pemikiran yang matang terkait blue print dan grand desainnya.Jangan hanya ngebor sumurnya (sumber air panas saja). Namun ditata sekalian agar menjadi aset wisata dan aset budaya agar bisa semakin memberi nilai saat (peninggalan) itu menjadi living heritage," jelasnya.
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait