KARANGANYAR, iNewskaranganyar.id – Ada cara unik yang dilakukan para emak-emak di Solo saat memprotes kenaikan harga sembako dan kebutuhan sehari-hari. Biasanya, protes disampaikan dalam bentuk aksi. Namun justru para emak-emak ini melakukan aksi protes dengan cara membeli kebutuhan pokok yang harganya melambung tinggi.
Pantauan iNewskaranganyar.id, sekira pukul 7.30 WIB, puluhan emak-emak ini telah berkumpul didepan pasar Klodran, Colomadu, Karanganyar. Kemudian, merekapun masuk kedalam pasar Klodran. Dengan antusias, para ibu-ibu ini membeli semua kebutuhan pokok seperti telur, cabe, beras, gula, minyak goreng, terigu hingga sayur mayur itu pun mereka beli.
Salah satu ibu rumah tangga, warga Kadipiro, Solo, Ari Indarti mengatakan harga kebutuhan bahan pokok yang naik serentak membuat dirinya pusing. Pasalnya, uang belanja yang diberi suaminya tak cukup memenuhi kebutuhan satu pekan ke depan. Segala cara sudah ia lakukan untuk hemat, tapi tetap tak bisa.
Ari menyebut beras yang tadinya harganya hanya Rp 11 ribu perkilo kini naik menjadi Rp 15 ribu perkilo. Kemudian harga telur yang tadinya Rp23 ribu kini naik menjadi Rp 26 ribu.
Termasuk harga cabai rawit merah saja sekarang harganya sudah sangat melambung tinggi. Bahkan Ari menyebut penghasilan suaminya satu hari saja untuk membeli cabai sudah tidak cukup.
“Cabainya itu sekarang sudah sangat-sangat melambung tinggi. Penghasilannya saja sehari untuk membeli cabai sudah tidak cukup,”ungkap Ari, Minggu (17/12/2023).
Hal serupa juga diutarakan Kusmiyah juga warga Kadipiro, Solo. Kusmiyah mengatakan dirinya masyarakat berpenghasilan menengah kebawah berpenghasilan dibawah UMR ini cukup kelabakan mengikuti harga kebutuhan pasar yang terus merangkak naik.
“Suami hanyalah buruh dan mendapatkan bayaran itu harian. Sehari, suaminya mendapatkan upah sebesar Rp70 ribu. Jelas dengan pengahasilan segitu, berat dengan kenaikan harga ini. Khususnya beras, apalagi anak-anak saya doyan makan,”ungkapnya.
Apalagi diakui Kusmiyah, agar bisa membeli kebutuhan pokok, dirinya terpaksa harus berutang pada tetangga.
“Lah, mau bagaimana lagi, utang sana utang sing, lama kelamaan hutang saya banyak. Ini pun bingung bagaimana caranya menutup hutang. Sedangkan kebutuhan membeli kebutuhan pokok terus merangkak naik,”ujarnya.
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait