SRAGEN, iNewskaranganyar.id - Kabupaten Sragen memiliki lokasi wisata Religi yang terkenal di kalangan masyarakat luas dengan nama “Gunung Kemukus” yang berlokasi di Desa Pendem, Sumberlawang, Sragen, Jawa Tengah.
Keberadaan gunung kemukus juga terletak di sekitar waduk Kedungombo. Bahkan jika air waduk penuh, lokasi Gunung Kemukus dikelilingi air dan terlihat seperti berada di tengah.
Peziarah harus menyeberang dengan menggunakan perahu. Bahkan di lokasi tersebut dibangun dermaga untuk lokasi penyebarangan. Namun bila kondisi air surut dan mengering seperti saat ini maka, peziarah bisa melalui jalan darat dengan melewati jembatan.
Saat ini karena kondisi waduk kering sehingga dermaga penyeberangan tidak berfungsi. Perahu yang biasanya digunakan untuk mengangkut para peziarah dibiarkan tergeletak di pinggir waduk kedung Ombo.
Gunung kemukus sendiri memiliki beragam versi cerita. Salah satu diantaranya dan dipercaya oleh masyarakat sekitar adalah makam dari Pangeran Samudro, salah satu putra dari Raja Majapahit yang terakhir dari seorang selir.
Menurut cerita yang dihimpun Okezone dari beberapa warga desa yang tinggal di sekitar gunung Kemukus. Salah satunya adalah Pardi (50). Pardi mendengar cerita dari ayahnya, konon pada saat akhir runtuhnya kejayaan Majapahit, yang di serang oleh Raden Patah dari Demak, Pangeran Samudro dan ibunya ikut ke Demak.
Selama tinggal di Demak, Pangeran Samudro belajar ilmu agama islam dengan bantuan dari dari Sunan Kalijaga. Setelah dirasa cukup, pangeran Samudra diminta untuk menimba ilmu agama Islam kepada Kyai Ageng Gugur dari Desa Pandan Gugur di lereng Gunung Lawu.
Sekian lama menimba ilmu dan dirasa cukup, akhirnya Pangeran Samudra berniat pulang kembali ke Demak. Dalam perjalanan pulang mereka melewati Desa Gondang Jenalas (sekarang wilayah Gemolong) niatnya hanya berhenti sejenak untuk beristirahat. Namun akhirnya Pangeran Samudro tinggal lebih lama lagi untuk mensyiarkan agama Islam di Desa tersebut.
Setelah dirasa cukup, perjalanan di lanjutkan kembali, namun dalam perjalanan tersebut, Pangeran Samudra jatuh sakit. Karena tak kuat menahan sakit akhirnya berhenti di Dukuh Doyong (sekarang wilayah Kecamatan Miri) dan akhirnya Pangeran Samudro meninggal dan jasatnya dimakamkan di perbukitan dukuh Miri.
Oleh masyarakat lokasi bekas perawatan/peristirahatan Pangeran Samudro didirikan desa baru dan diberi nama “Dukuh Samudro” yang sampai kini terkenal dengan nama “Dukuh Mudro”.
Semula makam Pangeran Samudro masih sangat sepi karena masih berupa hutan, dan masih banyak dihuni oleh binatang-binatang buas. Lambat laun masyarakat mulai mulai banyak mendiami desa tersebut. Dan asal usul nama gunung kemukus karena masyarakat sering melihat diatas bukit tempat makam Pangeran sering terlihat kabut hitam seperti asap yang berbentuk kukusan (tempat mengukus nasi terbuat dari bambu).
Kabut itu terlihat menjelang musim hujan atau musim kemarau, muncul seperti asap (kukus)," jelasnya.
Sebab itulah sampai saat ini gunung tempat lokasi makam Pangeran Samudra dikenal dengan nama Gunung Kemukus. Selain makam Pangeran Samudro di lokasi tersebut juga terdapat Sendang Ontrowulan. Konon sendang tersebut merupakan tempat membersihkan diri ibu Pangeran Samudra yang bernama R.Ay. Ontrowulan sebelum masuk ke makam putranya. Dan sampai saat ini sendang tersebut diberi nama sendang ontrowulan.
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat setelah mendengar kabar kematian putranya R.Ay. Ontrowulan, segera menyusul ke tempat Pangeran Samudra dimakamkan.
Akhirnya ibu Pangeran Samudro berniat untuk bermukim di dekat Makam Pangeran Samudro untuk merawat makamnya. Sebelum masuk ke makam R.Ay. Ontrowulan akan membersihkan diri terlebih dahulu di sendang tersebut. Konon saat mengibaskan rambutnya hiasan bunga di rambutnya terjatuh dan tumbuh menjadi pohon Nagasari yang sampai saat ini bisa didijumpai di sekitar sendang tersebut.
"Sampai saat ini sendang (sumber air) tersebut airnya tidak pernah habis bahkan di musim kemarau sekalipun," terangnya.
Pardi juga menjelaskan ritual berbalut kenikamatan sesat untuk memperoleh kekayaan dengan jalan sesat itu juga ada resikonya. Banyak juga yang berhasil. Namun ada juga yang gagal.
Biasanya setelah melakukan hubungan orang lain yang bukan pasangan sah sebagai suami istri, jika berhasil mereka berdua harus bertemu lagi untuk melakukan selamatan dan syukuran di Gunung Kemukus itu kembali.
"Biasanya yang berhasil datang lagi untuk mengadakan selamatan di makam," terang Pardi.
Namun apabila berhasil namun mereka "mblenjani" (ingar) maka pasangan tidak sah yang sudah "meneken kontrak" perjanjian di makam Pangeran Samudro ini, akan jatuh miskin. Konon ada juga yang mendapat celaka.
"Untuk kebenarannya ya tergantung sama yang "nglakoni" mas," terangnya ***
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait