Setiap regu sudah dibekali perlengkapan dan makanan yang diperhitungkan cukup untuk sehari itu saja. Karena diperkirakan mereka sudah kembali sebelum magrib. Bahkan sebagian dari mereka hanya menggunakan kaus, tanpa jaket. Dalam pelaksanaannya, mereka saling berkomunikasi dengan bacaan takbir. Dengan demikian, peserta saling mengetahui keberadaan peserta lain.
Cuaca Buruk
Tak lama kemudian, cuaca di Gunung Lawu berubah menjadi gelap karena mendung. Meski hari masih siang, namun karena kondisi mulai gelap, para santri ini pun mulai menggunakan lampu penerang yang mereka bawa. Tak lama kemudian hujan deras pun turun. Inilah yang membuat pendakian para santri
mengalami keterlambatan.
Seharusnya mereka sudah sampai dititik yang ditentukan pukul 15.00 WIB. Namun mereka baru sampai pada pukul 18.00, faktor cuaca menjadi penyebab keterlambatan itu. Saat magrib, kelompok I, IV dan V sudah tiba di perkemahan Mojosemi. Sedangkan kelompok II dan III tidak juga kembali hingga Selasa malam.
Sejak siang hari Lawu sudah diguyur hujan. Mereka kesulitan untuk kembali lagi ke perkemahan, sehingga pada pukul 19.00 WIB, Regu II memutuskan untuk menginap secara darurat.
Hingga akhirnya pagi hari regu II bisa kembali ke perkemahan keesokan harinya meski dengan penderitaan. Mereka tak membawa bekal ditambah hujan deras membuat beberapa orang di regu mengalami sakit.
Beruntung, salah satu santri bernama Jafar yang juga ada di regu II memiliki pengalaman dalam hal pengobatan. Jafar yang saat kejadian itu merupakan siswa kelas 1 SMA dan baru beberapa bulan sekolah di Ponpes Al Mukmin.
Dengan ilmu keperawatan yang dia miliki dapat dimanfaatkan untuk membantu anggota kelompok II yang sakit. Ada anggota yang kram, kejang-kejang meskipun tak parah, sampai menggigil kedinginan.
Rabu, 16 Desember 1987 pagi, regu II memiliki semangat baru untuk menyusuri jalan pulang. Akhirnya mereka menemukan pipa air dan menyusurinya hingga sampailah di perkemahan Mojosemi sekitar pukul 10.00 WIB.
Lain halnya dengan yang dialami regu III. Regu III ternyata melangkah terlalu jauh dari perjalanan yang sudah dilewati. Regu III yang berisikan 24 anggota, secara perlahan menuruni bukit dan lereng yang cukup curam untuk kembali menuju perkemahan. Cuaca buruk membuat mereka tak bisa kembali tepat waktu
Namun beberapa pendaki masih tersasar hingga ke pemukiman warga. Para santri dari regu III yang berhasil sampai ke perkemahan melaporkan kondisi kelompoknya yang memprihatinkan akibat sakit dan beberapa sempat pingsan.
Ustadz Abdul Wahab selaku pendamping di regu 2 ini membagi kelompok, sebagian diminta mencari bantuan dan sebagian lagi yang sudah lemas tetap bersamanya. Singkat cerita, regu 2 yang mencari bantuan ini selamat. Namun, sebagian yang tersesat tidak.
Penyelamatan
Kabar adanya rombongan santri yang melakukan pendakian mengalami masalah berat di jalur pendakian sampai ke tim SAR. Akhirnya proses evakuasi para santri ini pun dilakukan. Tim gabungan beranggotakan SAR, TNI, Polri dan para relawan melakukan pencarian para santri yang masih belum ditemukan.
Tim gabungan akhirnya menemukan 8 tubuh sudah terbujur kaku. Hingga akhirnya 11 orang wafat karena tak mampu lagi menahan dingin. Sementara Ustaz bersama santri bernama Humaidi Hilang.
Proses pencarian untuk mencari keduanya yang masih belum ditemukan itupun terus dilakukan tim evakuasi. Akhirnya, mereka berhasil ditemukan. Humaidi ditemukan selamat dengan kondisi yang sudah tak berdaya karena selama 6 hari tak makan. Sementara Ustaz Abdul Wahab ditemukan tewas terjatuh di kedalaman 5 meter.
Humaidi inilah saksi hidup yang akhirnya menuliskan kisah tragedi Tadabur alam di Gunung Lawu tersebut. ***
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait