Selain itu masyarakat Jaga Lawu juga menyodorkan data dugaan terjadi jual beli lahan kebun teh secara pribadi perorangan untuk pengembangan wisata yang juga berpotensi merusak lingkungan.
"Tiga keluhan warga dua diantaranya masalah aktivitas alat berat dan dugaan jual beli lahan perkebunan karet dan yang ketiga tentang retribusi masuk Rp10.000 untuk akses jalan masuk menuju obyek wisata jembatan kaca minta dihapuskan,"papar Agus, Rabu (22/3/2023).
Sedangkan pada mediasi tersebut lanjut Camat, dihadiri sejumlah pihak yakni perwakilan Masyarakat kemuning (Jaga Lawu) bersama Forkompincam dan pengelola perkebunan teh PT RSK adalah yayasan rumpun Diponegoro yang pembinanya adalah Pangdam Diponegoro.
"Semua pihak baik dari masyarakat yang keberatan hingga jawaban dari PT RSK sudah dipaparkan namun rupanya belum ada kesepakatan," ungkap Agus.
Menanggapi tuntutan para pecinta lingkungan ini, Agus berjanji akan mempertemukan mereka dengan PT RSK.
"Semoga yang datang langsung direkturnya bukan hanya perwakilan agar semua persoalan bisa dikomunikasikan langsung,"terangnya.
Dalam aksi itu, para pecinta alam ini pun membentangkan spanduk bertuliskan Cukup Matamu Sing Rusak Kebun Teh Ojo dirusak.
Selain itu terdapat poster bertuliskan Cukup Aku wae Sing Ambyar Kebun Teh Ojo, Save Kebun Teh, Lindungi air Kami hingga tulisan Save Kemuning
dan Selamatkan Kebun Teh.***
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait