SOLO, iNewskaranganyar.id - Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY meminta agar pemerintah mengambil langkah menyelamatkan usaha Pertashop yang mati suri akibat ditinggalkan pembeli yang lebih memilih BBM murah lantaran perbedaan harga antara Pertamax dan Pertalite yang cukup besar.
Ketua Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY Gunadi Broto Sudarmo mengatakan salah satu pemicu lesunya usaha Pertashop saat ini disebabkan fluktuasi harga antara Pertamax dan Pertalite.
Dimana harga jual BBM naik turunnya cepat sekali. Selain produk pertalite itu utamanya di disparitas harga baigaikan langit dan Bumi.
"Berapapun harga pertamax naik setinggi-tingginya asal disparitas harganya dengan pertalite itu tetap di kisaran 2000, saya rasa Pertashop tetap bisa jalan. Saat inipun Pertashop itu legal tapi kenyataanya kaya dianaktirikan,"papar Gunadi Broto Sudarmo usai terpilih menjadi Ketua Paguyuban Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY dalam Musda I yang digelar di Solo, Jawa Tengah, Kamis (2/3/2023).
Ketua Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY Gunadi Broto Sudarmo soroti Harga BBM Naik Turun Seenaknya, Pertashop Soloraya Mati Suri (Foto: iNewskaranganyar/Bramantyo)
Ia mengatakan, banyak masyarakat kecil yang membuka usaha Pertashop. Dana yang dikeluarkan tidaklah sedikit untuk memulai usaha Pertashop. Karena keterbatasan dana, banyak dari pemilik Pertashop yang memulai usaha dengan pinjam uang.
Namun disatu sisi, kenaikan harga Pertamax sangat berpengaruh bagi Pertashop karena pelanggan memilih beli Pertalite di SPBU. Sementara, pinjaman mereka harus dilunasi.
Disatu sisi, keberadaan penjual BBM eceran inipun mengancam para pengusaha Pertashop. Meski dilarang, praktik mengecer BBM subsidi pertalite masih marak di masyarakat.
Kendati PT Pertamina (Persero) sendiri melarang secara resmi pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite menggunakan jeriken. namun kenyataannya, banyak pertalite yang dijual eceran.
Dari data yang dimiliki Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng DIY, jumlah pengusaha Pertashop di wilayah Soloraya saja ada 240 titik. Jumlah itu tersebar di Kota Solo, Karanganyar, Sukoharjo, Klaten, Klaten, Sragen, Wonogiri dan Boyolali.
"Ada beberapa titik yang memilih gulung tikar lantaran beratnya biaya operasional untuk bisnis Pertashop. Sebenarnya, asal Pertalite tidak dijual bebas di eceran, usaha Pertashop masih bisa jalan. Lah, barang subsidi banyak dijual ditingkat eceran, sebenarnya tidak boleh,"ungkapnya.
Karena itulah, ungkap Gunadi, paguyuban DPC Surakarta ini lahir. Melalui pembentukan organisasi ini, aspirasi dari anggota yakni pengusaha pertashop se Soloraya ini bisa diterima oleh Pertamina juga Pemerintah.
Mereka bukan meminta aturan baru (soal peredaran BBM bersubsidi). Namun para pengusaha ini meminta Pihaknya juga meminta pemerintah dan Pertamina menegakkan aturan mengenai peredaran BBM bersubsidi.
"Banyak pengusaha Pertashop terseok-seok, banyak juga beberapa pengusaha yang menutup usahanya karena untuk operasional sangat berat. Pertashop itu legal, mitra Pertamina. Tapi nyatanya kami seperti dianak tirikan. Buktinya,untuk acara ini saja pihak Pertamina sudah kami undang untuk hadir di Pembentukan paguyuban DPC Surakarta, tapi tak ada satupun dari pihak Pertamina yang hadir,"pungkasnya. ***
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait