Sesaji Khas Dewa Tungku, Kisah Sedih Di Balik Manisnya Kue Keranjang

Bramantyo
Cerita Sedih dibalik manisnya kue keranjang (Foto: iNewskaranganyar.id/Bramantyo)

SOLO, iNewskaranganyar.id - Perayaan Tahun Baru Imlek tak lengkap tanpa ada kue keranjang. Warga keterunan Tionghua menyebutnya Nian Gao.

Kue ini terbuat dari tepung ketan dan gula, serta mempunyai tekstur yang kenyal dan lengket.

Di Cina terdapat kebiasaan saat tahun baru Imlek. Dimana, masyarakatnya terlebih dahulu menyantap kue keranjang sebelum menyantap nasi. Ini ditujukan sebagai suatu pengharapan agar dapat selalu beruntung sepanjang tahun.

Namun, belum banyak yang mengetahui bila kue keranjang yang selalu merupakan kue wajib setiap perayaan imlek memiliki kisah sedih dibalik manisnya kue keranjang tersebut.

Kue keranjang ini dalam upacara tahun baru Imlek atau sebagai sesaji atau hidangan untuk menyenangkan dewa Tungku, agar membawa laporan yang menyenangkan kepada raja Surga. Tak heran bila kue keranjang ini disusun tinggi atau bertingkat.

Semakin ke atas makin mengecil kue yang disusun. Yang artinya peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran.

Pada zaman dahulu banyaknya dan juga tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah.

Sesuai tradisi turun temurun, kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.

Juru bicara Klenteng suci Tien Kok Sie, Lian Hong Siang, menceritakan dibalik mewahnya tampilan kue keranjang ini ternyata sejarah kue itu justru sangat menyedihkan bukannya menyenangkan.

Awal mula terciptanya kue keranjang ini terjadi sekitar 5000 tahun yang lalu.

"Wilayah Tiongkok pada saat tahun baru mulai musim semi, salju yang menumpuk di gunung Goby selama berbulan-bulan itu meleleh. Memenuhi aliran sungai Kuning,"ungkap Lian Hong Siang saat berbincang dengan di klenteng Tien Kok Sie, Solo, belum lama ini.

Dampak melubernya salju gunung Goby terjadi banjir menggenangi hampir sebagian daratan China.

Akibatnya selain menghancurkan tempat tinggal warga, persediaan makanan milik merekapun habis diterjang banjir.

Untuk mengantisipasi terjadinya bahaya kelaparan akibat banjir dari melelehnya salju gunung Goby, wargapun memikirkan cara membuat bekal atau bahan makanan untuk waktu yang lama. Kuat, ringkas, awet dan rasanya enak, serta tahan lama.

"Dan hingga saat ini, sebagai tradisi, sebagai pengingat, bahwa ada cerita sedih di balik manisnya rasa kue keranjang ini setiap pergantian tahun baru, ada kue keranjang. Maknanya kalau kamu tau kue ini, kamu ingat sejarah nenek moyangmu. Penderitaan nenek moyangmu itu pada saat menyambut datangnya musim semi,"ungkapnya.

Namun seiring perubahaan jaman, Lian Hong Siang mengaku tak habis pikir kalau akhirnya keranjang malah untuk pesta-pesta. Padahal dari sepotong kue keranjang itu saja ada harta benda nenek moyang yang habis tak tersisa seperti orang di rampok akibat bencana.

"Itu sejarah kue keranjang bukan sejarah yang menyenangkan seperti rasanya yang manis tapi menyedihkan. Sayangnya,saat ini kue keranjang justru identik dengan pesta dan simbol kekayaan. Padahal sejarahnya sangat menyedihkan,'pungkasnya.***

Editor : Ditya Arnanta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network