KARANGANYAR, iNewskaranganyar.id - Reputasi PO ESTO sebagai perusahaan angkutan sangat melekat di benak masyarakat Jawa Tengah.
Secara tidak langsung PO ESTO membantu pergerakan roda perekonomian masyarakat.
Sejarah PO Bus ESTO tidak bisa dilepaskan dari perkembangan transportasi umum di Salatiga.
Bahkan, perusahaan otobus (PO) ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda di Indonesia.
PO ESTO kala itu sudah eksis mengangkut penumpang dan barang para pedagang yang hendak berdagang dari kota ke kota di Jawa Tengah.
PO ESTO membantu masyarakat melakukan perjalanan jauh dengan transportasi modern.
Jika bicara sejarah PO bus ESTO tidak bisa dilepaskan dari peran seorang Tionghoa bernama Kwa Tjwan Ing.
Pada 1921 ia datang ke Salatiga dan membuka bisnis transportasi pertama di kota itu.
Sebelum PO ini berubah nama menjadi “ESTO”, Kwa Tjwan Ing menamai bus miliknya dengan namanya.
Saat itu, pelanggan bus ini adalah Belanda, peranakan, dan pribumi di kalangan priyayi. Bus pertama milik Kwa Tjwan Ing hanya mampu mengangkut 18-20 orang penumpang.
Karena, kursi bus hanya terbagi menjadi dua. Kursi di bagian depan yang nyaman dan empuk diisi oleh orang kulit putih dan pribumi diletakkan di kursi rotan di bagian belakang.
Uniknya, masyarakat menamai bus milik Kwa Tjwan Ing sebagai “Kodok Ijo”. Nama ini diberikan karena bus berkelir hijauh itu memiliki mocong di bagian depan dan menyerupai kodok.
Sebelum memiliki garasi, semua armada diparkir di depan rumah Kwa Tjwan Ing. Jika ada orang yang ingin menaiki bus ini harus datang ke rumah Kwa Tjwan Ing. Saat itu, bus ini hanya melayani perjalanan Salatiga-Tuntang dan Salatiga-Bringin.
Baru pada tahun 1923, Kwa Tjwan Ing mengubah nama dari Kwa Tjwa Ing menjadi Eerste Salatigasche Transport Onderneming (ESTO) yang berarti “Perusahaan Pertama di Salatiga”.
Menginjak tahun 1930, Kwa Tjwan Ing menyerahkan perusahaan transportasi itu kepada sang anak, Kwa Hong Po (Winata Budi Dharma). Di bawah kepemimpinan sang anak, PO ESTO semakin berkembang.
Trayek bus ini juga berubah, yakni dari Kutoarjo, Kendal, Bringin, Semarang, Solo, Magelang, Suruh, Ambarawa, Sragen, Purworejo, Kudus dan Pati. Bahkan, armada PO ESTO berkembang menjadi 100 unit.
Namun, tampaknya kecemerlangan PO ESTO juga redup di tangan generasi kedua. Pada tahun 1930-1940 PO ESTO mengalami masalah ekonomi hingga terpaksa menjual satu per satu bus miliknya untuk menutupi utang.
Demikian sejarah PO Bus ESTO yang sangat terkenal di Salatiga. Semoga bermanfaat.***
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait