KARANGANYAR,iNews.id - Sapi kurban Presiden Jokowi yang diserahkan ke masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta berjenis Limosin.
Setiap tahun, setiap Idul Adha, orang nomer satu di Republik Indonesia ini selalu memilih sapi jenis Limosin ini untuk dibagikan ke masjid-masjid di seluruh Indonesia sebagai hewan kurban.
Mengapa mantan Walikota Solo ini selalu memilih hewan kurban sapi dari jenis Limosin. Padahal harga satu ekor sapi jenis ini mencapai Rp 100 juta lebih.
Sapi jenis Limosin ini ternyata bisa dikatagorikan sapi kasta paling tinggi. Tak hanya Kepala Negara, ternyata sapi jenis ini yang terbilang paling sering diminati oleh masyarakat Indonesia.
Tak heran, setiap Idul Adha, Sapi limosin ini menjadi incaran bagi masyarakat Indonesia untuk berkurban karena dagingnya yang cukup banyak. Selain memiliki daging cukup banyak, Sapi Limosin juga merupakan jenis sapi potong yang berotot.
Dibandingkan sapi-sapi lainnya, badan sapi yang berasal dari daerah Limosin dan Marche, Prancis ini berbadan besar dan kekar. Daya tarik lain selain berbadan besar dan kekar, berbulu harus dan memiliki kerangka tulang yang kuat itu menjadi daya tarik tersendiri.
Tak heran bila bobot sapi ini sendiri, berat badannya mencapai 650 kg untuk yang betina dan untuk sapi limosin jantan bobotnya mencapai hingga 1.000 kg.
Daya tarik sapi jenis Limosin ini memiliki bentuk kepala yang kecil dan pendek dengan dahi yang lebar serta moncong yang lebar serta warna merah keemasan. Ditambah warna kuning di panggal tanduk dan menggelap ke arah ujung menambah kesan eksklusif dikelas persapian.
Awal mula sapi Limosin
Seperti dilansir iNewskaranganyar.id dari pertanianku, sejarah sapi Limosin mungkin setua benua Eropa itu sendiri.
Zaman prasejarah hanya ada dua bangsa sapi di dunia ini, yaitu Auroch (Bos taurus) di Eropa dan Zebu (Bos indicus) di Asia, Afrika, serta India.
Sapi yang dipilih untuk dipelihara adalah sapi yang mempunyai postur tubuh besar serta otot-ototnya kuat.
Sapi yang besar dan kuat ini dimanfaatkan tenaganya sebagai penarik beban. Sapi-sapi tersebut dikawinkan dengan sapi lainnya yang mempunyai karakteristik sama sehingga turunannya menjadi jauh lebih baik, lebih besar, dan lebih kuat.
Setelah tidak lagi dibutuhkan tenaganya, mereka melakukan pemilihan untuk dikembangbiakkan guna mendapatkan turunan yang lebih baik, lebih besar, dan menghasilkan banyak daging atau karkas (carcasses).
Sejarah sapi limousin dimulai pada periode yang dikenal sebagai Pleistocene (2,6 juta sampai 12.000 tahun yang lalu) ketika banyak megafauna menjelajahi bumi.
Aurochs, nenek moyang dari ternak modern, termasuk salah satu megafauna yang bertahan sampai abad ke-17. Gambar hewan, termasuk Aurochs terdapat pada lukisan gua yang ditemukan pada tahun 1940 di Lascaux di wilayah Dordogne, Perancis.
Lukisan tersebut diperkirakan berusia 17.300 tahun. Karena penampilan mereka, Aurochs yang ada di lukisan tersebut diyakini telah menjadi nenek moyang langsung dari sapi limousin. Adapun bukti tertulis pertama dari keberadaan sapi limousin berasal dari akhir abad ke-18.
Dalam rangka memperbaiki keturunannya, ada upaya menghasilkan strain yang lebih besar dari limousin tahun 1700-an dan 1800-an.
Beberapa peternak limousin mencoba untuk menyilangkan sapi limousin dengan sapi agenais, sapi norman, atau sapi charolais yang memiliki bentuk lebih baik. Hasilnya, terbentuk sapi yang lebih tinggi serta memiliki volume perototan lebih di bagian kaki belakang dan pinggang.
Sayangnya, sapi persilangan ini terbukti tidak ekonomis karena membutuhkan jumlah pakan yang lebih besar daripada yang dapat disediakan sehingga ditinggalkan.
Peternak limousin kemudian berkonsentrasi pada peningkatan keturunannya melalui seleksi alam. Program pemuliaan diizinkan untuk berkembang secara alami agar dihasilkan kualitas yang lebih tinggi.
Salah satu upayanya melalui seleksi ketat pada kelompok ternak sapi limousin. Keberhasilan pemuliaan tersebut menyebabkan limousin dikenal sebagai hewan pedaging Perancis sejak saat itu.
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait